fiqh

II
PEMBAHASAN


A. Definisi Puasa Ramadhan

Puasa Ramdhan adalah ibadah pokok yang ditetapkan sebagai salah satu rukun Islam. Puasa dalam bahasa arab di sebut صام صوم وصيام yang berarti menahan dan diam dalam segala bentuk. Menurut istilah puasa adalah menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa sejak terbitnya matahari hingga terbenamnya matahari. Firman Allah Ta'ala:
•         •   •                         •                                 ••   

"….dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam...." (Al-Baqarah:187).
Dari ayat di atas kajian ushul fiqih yang terkandung di dalamnya memakai kaidah :
ا لأ مر با لشئ أ مربوسا ﺌله
“Perintah mengerjakan sesuatu berarti juga perintah mewujudkan sarananya.”
Puasa Ramadhan wajib dikerjakan setelah terlihatnya hilal, atau setelah bulan Sya'ban genap 30 hari. Puasa Ramadhan wajib dilakukan apabila hilal awal bulan Ramadhan disaksikan seorang yang dipercaya, sedangkan awal bulan-bulan lainnya ditentukan dengan kesaksian dua orang yang dipercaya.

B. Hukum Puasa Ramadhan

Puasa dalam bulan Ramadhan hukumnya adalah wajib ‘aini. Kewajiban puasa Ramadhan itu dapat dilihat dari beberapa segi :

a) Banyak perintah Allah dalam Al-Qur’an dan demikian pula suruhan Nabi dalam haditsnya untuk berpuasa Ramadhan, seperti firman Allah dalam surat Al-Baqoroh ayat 185:
       ••                                        

Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya di turunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang baik dengan yang batil). Karena itu barang siapa diantara kamu menyaksikan bulan itu, hendaklah berpuasa……


b) Kewajiban berpuasa itu secara jelas kewajiban yang telah di tuliskan di luh mahfuzh. Hal ini tersebut dalam firman Allah dalam surat Al-Baqoroh ayat 183 :
              

Wahai orang-orang yang beriman telah di wajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah di wajibkan kepada umat sebelum kamu. Mudah-mudahan kamu menjadi orang yang bertaqwa.

Dari dua ayat di atas kajian ushul fiqih yang terkandung di dalamnya memaki kaidah:
اَلأ صْلُ فِي اْلاَ مْرِللوجوب
“Pada dasarnya perintah itu menunjukkan wajib.”

C. Keringanan Puasa Ramadhan dapat di Berikan kepada 4 Golongan

Dalam keadaan biasa tidak sulit melaksanakan puasa dan tidak mengganggu fisiknya. Namun keadaan tertentu dan bagi orang tertentu melakukan puasa itu termasuk hal yang sulit dan dapat membahayakan. Oleh karena itu, Allah memberikan keringanan kepada orang tertentu itu untuk tidak berpuasa Ramadhan. Adapun orang-orang yang mendapat keringanan melakukan puasa yaitu :

1) Orang yang berpergian atau dalam perjalanan jauh yang mengalami kesulitan bila berpuasa dalam arti dapat mengganggu kelancaran perjalanannya. Kewajiban orang ini adalah meng-qada’ puasanya sejumlah hari yang ditinggalkan di hari lain. Namun jika mereka berpuasa maka puasa mereka sah (mendapat pahala). Firman Allah Ta'ala:
 •                                    

" ….Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.... " (Al-Baqarah:184).

Dari ayat di atas kajian ushul fiqih yang terkandung di dalamnya memakai kaidah:
القضاءيأمرجديد
“Qodho’ itu harus dengan perintah yang baru.”


2) Wanita haid dan wanita nifas: mereka tidak berpuasa dan wajib mengqadha. Jika berpuasa tidak sah puasanya. Aisyah radhiallahu 'anha berkata: "Jika kami mengalami haid, maka diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan menggadha shalat." (Hadits Muttafaq 'Alaih).



3) Orang sakit yang jika ia tetap juga berpuasa, penyakitnya akan bertambah parah atau lambat sembuhnya. Kewajiban orang ini adalah meng-qada’ puasanya di hari lain sebanyak yang di tinggalkannya.


4) Orang-orang yang berat baginya melakukan puasa karena ketidak mampuan fisiknya. Keadaan begini berlaku dalam waktu yang lama sehingga tidak mungkin melakukan puasa dalam waktu dan keadaan apapun. Kewajiban orang ini hanyalah membayar fidyah dalam bentuk memberi makan seorang miskin untuk setiap hari puasa yang tidak dilakukannya. Hal ini dikuatkan oleh hadits Nabi dari Ibnu Abbas menurut riwayat Dar al-Quthni dan Al-Hakim yang mengatakan “Di beri keringanan orang tua untuk berbuka dan memberi makan seorang miskin untuk setiap harinya, dan tidak ada kewajiban qada’ atasnya.”

D. Syarat dan Rukun Puasa Ramadhan

Adapun syarat dan rukun puasa, yaitu :
1. Islam: tidak sah puasa orang kafir sebelum masuk Islam.
2. Akal: tidak sah puasa orang gila sampai kembali berakal.
3. Tamyiz: tidak sah puasa anak kecil sebelum dapat membedakan (yang baik dengan yang buruk).
4. Tidak haid: tidak sah puasa wanita haid, sebelum berhenti haidnya.
5. Tidak nifas: tidak sah puasa wanita nifas, sebelum suci dari nifas.
6. Niat: menyengaja dari malam hari untuk setiap hari dalam puasa wajib. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari sebelum fajar, maka tidak sah puasanya." (HR.Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa'i dan At-Tirmidzi. Ia adalah hadits mauquf menurut At-Tirmidzi). Dan hadits ini menunjukkan tidak sahnya puasa kecuali diiringi dengan niat sejak malam hari yaitu di salah satu bagian malam. Niat itu tempatnya di dalam hati, dan melafazdkannya adalah bid'ah yang sesat, walaupun manusia menganggapnya sebagai satu perbuatan baik. Kewajiban niat semenjak malam harinya ini hanya khusus untuk puasa wajib saja, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah datang ke Aisyah pada selain bulan Ramadhan, kemudian beliau bersabda (yang artinya): "Apakah engkau punya santapan siang? Maka jika tidak ada aku akan berpuasa" [Hadits Riwayat Muslim 1154].

E. Hal-hal yang Membatalkan Puasa Ramadhan
a. Makan dan minum dengan sengaja. Jika dilakukan karena lupa maka tidak batal puasanya.
b. Jima' (bersenggama).
c. Memasukkan makanan ke dalam perut. Termasuk dalam hal ini adalah suntikan yang mengenyangkan dan transfusi darah.
d. Mengeluarkan mani dalam keadaan terjaga karena onani, bersentuhan, ciuman atau sebab lainnya dengan sengaja. Adapun keluar mani karena mimpi tidak membatalkan puasa karena keluarya tanpa sengaja.
e. Keluarya darah haid dan nifas. Manakala seorang wanita mendapati darah haid, atau nifas batallah puasanya, baik pada pagi hari atau sore hari sebelum terbenam matahari.
f. Sengaja muntah, dengan mengeluarkan makanan atau minuman dari perut melalui mulut. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha, sedang barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib qadha." (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi). Dalam lafazh lain disebutkan: "Barangsiapa muntah tanpa disengaja, maka ia tidak (wajib) mengganti puasanya." Diriwayatkan oleh Al-Harbi dalam Gharibul Hadits (5/55/1) dari Abu Hurairah secara maudu' dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilatul Ahadits Ash-Shahihah No. 923.
g. Murtad dari Islam -semoga Allah melindungi kita darinya. Perbuatan ini menghapuskan segala amal kebaikan. Firman Allah Ta'ala: "Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-An'aam: 88).

Tidak batal puasa orang yang melakukan sesuatu yang membatalkan puasa karena tidak tahu, lupa atau dipaksa. Demikian pula jika tenggorokannya kemasukan debu, lalat, atau air tanpa disengaja. Jika wanita nifas telah suci sebelum sempurna empat puluh hari, maka hendaknya ia mandi, shalat dan berpuasa.

F. Sunnah Puasa Ramadhan
 Mengakhirkan sahur sampai akhir waktu malam, selama tidak dikhawatirkan terbit fajar.
 Segera berbuka puasa bila benar-benar matahari terbenam.
 Memperbanyak amal kebaikan, terutama menjaga shalat lima waktu pada waktunya dengan berjamaah, menunaikan zakat harta benda kepada orang-orang yang berhak, memperbanyak shalat sunat, sedekah, membaca Al-Qur'an dan amal kebajikan lainnya.
 Jika dicaci maki, supaya mengatakan: "Saya berpuasa," dan jangan membalas mengejek orang yang mengejeknya, memaki orang yang memakinya, membalas kejahatan orang yang berbuat jahat kepadanya; tetapi membalas itu semua dengan kebaikan agar mendapatkan pahala dan terhindar dari dosa.
 Berdo'a ketika berbuka sesuai dengan yang diinginkan. Seperti membaca do'a: "Ya Allah hanya untuk-Mu aku beupuasa, dengan rizki anugerah-Mu aku berbuka. Mahasuci Engkau dan segala puji bagi-Mu. Ya Allah, terimalah amalku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui"
 Berbuka dengan kurma segar, jika tidak punya maka dengan kurma kering, dan jika tidak punya cukup dengan air.
G. Tujuan dan Hikmah Puasa Ramadhan
Puasa itu di wajibkan Allah atas manusia dalam rangka memenuhi kehendak Allah, semata untuk menguji ketaatannya memenuhi kehendak Allah. Berbeda dengan amal ibadat yang tujuannya adalah untuk kemaslahatan manusia itu, puasa semata untuk Allah. Hal ini terdapat dalam suatu hadits qudsi tentang ucapan Nabi tentang firman Allah yang berasal dari Abu Huroiroh yang dikeluarkan oleh muslim yang bunyinya : “Berfirman Allah ‘Azza wa Jalla : semua perbuatan anak Adam adlah untuknya, kecuali puasa. Puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasi.”

Meskipun demikian di dalam puasa yang di wajibkan Allah untuk-Nya itu terdapat hikmah atau rahasia yang banyak, diantaranya :
 Mendidik umat Islam supaya menjadi manusia yang bertaqwa. Hal ini dapat dilihat dari firman Allah dalam surat Al-Baqoroh ayat 183.

 Melindungi umat Islam dari perbuatan dan ucapan buruk dan tercela. Hal ini dapat ditemukan dalam hadits Nabi Abu Huroiroh menurut riwayat Al-Bukhari yang mengatakan ’’Sesungguhnya Rosul Allah SAW. Bersabda : puasa itu adalah perisai, oleh karenanya selama janganlah dia berkata tidak senonoh dan berbuat jahil.’’


 Puasa mendatangkan keseha tan bagi yang berpuasa. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi ’’ Puasalah kamu, nanti kamu akan sehat.’’

 Banyak pujian dan janji baik yang diberikan Allah kepada orang yang berpuasa, seperti firman Allah dalam surat Al- Ahzab ayat 35 :
•                           • •  

….laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak mengingat Allah, Allah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.

III
PENUTUP


A. Kesimpulan

Puasa mempunyai banyak keutamaan. Puasa Ramdhan adalah ibadah pokok yang ditetapkan sebagai salah satu rukun Islam. Puasa dalam bahasa arab di sebut صام صوم وصيام yang berarti menahan dan diam dalam segala bentuk. Menurut istilah puasa adalah menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa sejak terbitnya matahari hingga terbenamnya matahari. Firman Allah Ta'ala: "….dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam...." (Al-Baqarah:187).

Diantaranya digambarkan dalam beberapa hadits Rasulullah berikut ini “Puasa adalah perisai dari api neraka sebagaimana perisai yang melindungi dirimu pada peperangan.” “Barang siapa berpuasa karena Allah maka degan tiap satu hari puasanya Allah akan menjauhkannya dari api neraka sebanyak tujuh puluh kharif.” “Waktu berbuka bagi orang yang berpuasa adalah saat-saat dimana doanya tidak akan ditolak .” “Sesungguhnya disurga itu ada pintu yang bernama Arrayyan. Melalui pintu inilah orang-orang yang berpuasa masuk pada hari kiamat. Selain mereka tak ada yang masuk melalui pintu itu. Saat itu ada yang menyeru “Mana orang-orang yg rajin berpuasa?” maka mereka berdiri dan hanya mereka yang memasuki melalui pintu itu. Setelah mereka masuk ditutuplah pintu tersebut dan tak ada lagi yang masuk melaluinya selain mereka.





DAFTAR PUSTAKA



Cholil Moh Harisuddin. 2003. Ushul Fiqih. Kertosono :
Karim, Helmi. 1993. Fiqih Muamala. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Maulana Muhammad. 1984. The Riligion Of Islam. Jakarta : Ahmadiyah Anjuman Isya’at Islam.
Syarifuddin, Amir. 2003. Garis-Garis Besar Fiqih. Jakarta : Kencana.
Zuhdi, Masjfuk. 1997. Masail Fiqiyah. Jakarta : Gunung Agung.

0 Tanggapan:

Posting Komentar

Mohon Di Isi