Syi'ir Al-maghfurullah Gus Dur



Astagfirullah robbal baroya…
Astagfirulloh minal khootooya…
Robbi zidni `ilmannaafii'a…
Wawaffikni `amalansoliha…

Yarosulalloh salammun'alaik…
Yaarofi'asaaniwaddaaroji…
`atfatayaji rotall `aalami…
Yauhailaljuu diwaalkaromi…

Ngawiti ingsun nglarasa syi'iran
Kelawan muji maring pengeran
Kang paring rohmat lan kenikmatan
Rino wengine tanpo petungan 2X

Duh bolo konco priyo wanito
Ojo mung ngaji syare'at bloko
Gur pinter ndongeng nulis lan moco
Tembe mburine bakal sangsoro 2X

Akeh kang apal Qur'an haditse
Seneng ngafirke marang liyane
Kafire dewe dak digatekke
Yen isih kotor ati akale 2X

Gampang kabujuk nafsu angkoro
Ing pepaese gebyare ndunyo
Iri lan meri sugihe tonggo
Mulo atine peteng lan nistho 2X

Ayo sedulur jo nglaleake
Wajibe ngaji sak pranatane
Nggo ngandelake iman tauhite
Baguse sangu mulyo matine 2X

Kang aran soleh bagus atine
Kerono mapan seri ngelmune
Laku thoriqot lan ma'rifate
Ugo hakekot manjing rasane 2 X

Alquran qodim wahyu minulyo
Tanpo ditulis biso diwoco
Iku wejangan guru waskito
Den tancepake ing jero dodo 2X

Kumantil ati lan pikiran
Mrasuk ing badan kabeh jeroan
Mu'jizat rosul dadi pedoman
Minongko dalan manjing iman 2 X

Kelawan Alloh kang moho suci
Kudu rangkulan rino lan wengi
Ditirakati diriyadohi
Dzikir lan suluk jo nganti lali 2X

Uripe ayem rumongso aman
Dununge roso tondo yen iman
Sabar narimo najan pas pasan
Kabeh tinakdir saking pengeran 2X

Kelawan konco dulur lan tonggo

Kang podho rukun podho trapsilo
Iku sunnahe, Rasul kang mulyo
Nabi Muhammad, Panutan Kito 2X

Ayo nglakoni sakabehane
Allah kang ngangkat drajate
Senajan ashor toto dhohire
Ananging mulyo maqom drajate 2X

Lamun prasto ing pungkasane
Ora kesasar roh lan sukmane
Den gadang Allah swargo manggone
Utuh mayite ugo ulese 2X

slowly but sure!!!


sosiologi agama (ALIRAN KEAGAMAAN DALAM PRESPEKTIF FUNGSIONALISME)



PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Agama berkaitan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta. Agama telah menimbulkan khayalnya yang paling luas dan kadang juga digunakan untuk membenarkan kekejaman orang yang luar biasa terhadap orang lain. Agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang paling dalam dan sempurna, serta juga perasaan takut dan ngeri. Meskipun perhatian kita tertuju sepenuhnya kepada adanya suatu dunia yang tidak dapat dilihat [akhirat], namun agama (juga) melibatkan dirinya dalam masalah-masalah kehidupan sehari-hari di dunia ini.
Agama senantiasa dipakai untuk menanamkan keyakinan baru ke dalam hati sanubari terhadap alam gaib dan surga-surga yang telah didirikan di alam tersebut. Namun demikian agama juga berfungsi melepaskan belenggu-belenggu adat atau kepercayaan manusia yang sudah usang.
Beribadat bersama-sama memakai lambang aliran keagamaan masing-masing telah mempersatukan kelompok-kelompok manusia dalam ikatan yang paling erat, sehingga terjalinnya suasana dan interaksi fungsional yang kokoh. Akan tetapi kadang perbedaan aliran keagamaan ini telah membantu timbulnya beberapa pertentangan yang paling hebat diantara kelompok-kelompok itu.
Sebagaimana di Indonesia saat ini ada berbagai macam aliran keagamaan yang muncul sebagai sebuah bentuk kreasi intelektual manusia yang menginginkan adanya sebuah rahmatan lil alamin (fungsional) antara aliran satu dengan aliran lain. Sangat sesuai sekali kiranya pendekatan fungsional dijadikan sebagai sebuah pisau analisis, karena teori ini lebih kepada keseimbangan antara kedua belah pihak (equilibrium) yang patut dijadikan refleksi segenap aliran keagamaan yang ada di Indonesia khususnya dan dunia global pada umumnya.
Meski kita tahu sebagaimana di agama Kristen ada beberapa aliran keagamaan yang dimiliki seperti halnya Protestan, Lutheran, Calvinism dan Ascetism, kita tahu aliran ini, namun kita belum pernah dengar hal-hal yang terjadi diluar aturan main pandangan secara fungsional, karena dalam teori ini (fungsional) pro-status quo dan perubahan sosial yang cepat (revolutif) dianggap sebagai penyimpangan suatu sitem dan perlu pengembalian adanya sebuah stabilitas masyarakat. Dan selanjutnya akan kami bahas dengan detail aliran keagamaan dengan meminjam perspektif teori fungsional.

1.2 Rumusan Masalah

            Dari latar belakang tersebut terdapat beberapa rumusan masalah, yaitu :     
  1. Apa saja aliran-aliran keagamaan?
  2. Apa definisi aliran keagamaan teori fungsional ?
  3. Apa dasar aliran keagamaan dalam prespektif fungsionalisme ?

1.3 Tujuan
           
            Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
  1. Mengetahui aliran-aliran keagamaan
  2. Mengetahui definisi aliran Keagamaan teori fungsional
  3. Mengetahui dasar aliran keagamaan dalam prespektif fungsionalisme 


II PEMBAHASAN

  1. Aliran – Aliran Keagamaan

Aliran-aliran keagamaan (Syiah, Khawarij, Qadariah dll) dalam Islam dan (Protestan,* Lutheran,* Calvinism* dll) dalam Kristen serta masih banyak lagi aliran keagamaan lain yang ada dimiliki masing-masing agama diberbagai penjuru dunia. Indonesia yang tingkat hiterogenitasnya tinggi merupakan wadah dimana aliran-aliran sewajarnya muncul sebagai sebuah upaya untuk mencita-citakan keadaan yang menguntungkan satu sama lain semisal Muhammadiyah, NU, Ahmadiyah dan lain-lain dalam hal beragama, baik beribadah, interaksi sosial dan tindakan sosial yang menyangkut kepercayaan dalam memuja Tuhan yang Agung yang masing-masing mempunyai keyakinan dan interpretasi sendiri-sendiri sebagai makhluk Tuhan yang berakal. Didalam ajarannya mengajarkan sebuah ketenangan, keteraturan yang nantinya mampu menciptakan sebuah keseimbangan dalam masyarakat.
Dalam ibadat keagamaan dihiasi dengan keindahan seni; [tetapi] juga berjalan baik dalam kehidupan yang paling sederhana sekalipun. Agama memberi lambang-lambang kepada manusia. Dengan lambang-lambang tersebut mereka dapat mengungkapkan hal-hal yang susah diungkapkan, meski hakikat pengalaman keagamaan selamanya tidak dapat diungkapkan. Ide-ide tentang Tuhan membantu memberi semangat kepada manusia dalam menjalankan tugas-tugasnya sehari-hari, menerima nasibnya yang tidak baik, atau bahkan ”berusaha mengatasi kesukaran-kesukaran yang banyak dan berusaha mengakhirinya”.
Berbagai macam aliran keagamaan mempunyai ciri dan bentuk ajaran sendiri dalam pencapaiannya terhadap Tuhan. Bentuk rutinitas dan ajaran aliran yang dianggap sebagai sebuah bentuk stabilitas keberlangsunngan ajaran/tradisi mereka dalam hal mematuhi ajaran aliran keagamaannya yang tentunya dipercayai oleh anggotanya. Dan juga bagaimana dalam ajaran aliran keagamaan lain seperti Muhammadiyah yang dikenal dengan kelompok modernis serta NU (Nahdlatul Ulama’) sebagai kelompok tradisional telah menunjukkan kekhasan masing-masing. Taruhlah, NU dengan Tahlil, Bahtsu Masail serta Muhammadiyah dengan Majelis Tarjih dan lain-lain.

  1. Definisi Aliran Keagamaan Teori Fungsional

Istilah fungsi, seperti kita ketahui menunjuk kepada sumbangan yang diberikan agama (dalam pembahsan ini aliran agama) atau lembaga sosial yang lain untuk mempertahankan [keutuhan] masyarakat sebagai usaha-usaha yang aktif dan berjalan terus-menerus. Dengan demikian perhatian kita adalah peranan yang telah dan masih dimainkan oleh atau aliran keagamaan dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup masyarakat-masyarakat tersebut.
Sarjana Amerika semua sependapat untuk menentang pendapat positivistis lama yang menyatakan bahwa agama muncul dalam kondidsi-kondisi kebodohan dan ketidakcakapan intelektual tertentu yang tidak akan bisa bertahan selama-lamanya. Mereka ingin menunjukkan bagaimana sifat kemanusian esensial tertentu seharusnya muncul dalam gejala-gejala keagamaan, dan untuk melakukan hal itu mereka menyatakan bahwa agama-agama berfungsi mendukung nilai-nilai dan aturan-aturan sosial. Sebagai kerangka acuan penelitian empiris, ”teori fungsional” memandang masyarakat sebagai suatu lembaga sosial yang berada dalam keseimbangan; yang memolakan kegiatan manusia berdasarkan norma-norma yang dianut bersama serta dianggap sah dan mengikat peran serta manusia itu sendiri. Lembaga-lembaga yang kompleks ini secara keseluruhan merupakansistem sosial yang sedemikian rupa dimana setiap bagian (masing-masing unsur kelembagaan itu) saling tergantung dengan semua bagian yang lain, sehingga perubahan salah satu bagian akan mempengaruhi kondisi sistem keseluruhan.
Perlu ditegaskan bahwa menurut teori fungsional, masyarakat sebagai suatu sistem memiliki struktur yang terdiri dari banyak lembaga, dimana masing-masing lembaga memilki fungsi sendiri-sendiri. Struktur dan fungsi, dengan kompleksitas yang berbeda-beda ada pada setiap masyarakat baik masyarakat modern maupun masyarakat primitif. Contoh lembaga keagamaan berfungsi membimbing pemeluknya menjadi anggota masyarakat yang baik dan penuh pengabdian untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Sejauh mana aliran keagamaan dapat menarik perhatian dan terus eksis untuk diburu penduduk bumi, dan seberapa stabil teori fungsionalis mencita-citakan adanya aliran keagamaan sebagai sebuah pandangan adanya keseimbangan? hal ini hanya bisa dijawab tergantung anggota perseorangan yang menganggap aliran keagamaan mempunyai dedikasi besar terhadap proses beragama dan masyarakat, serta sadar akan kesinambungan berbagai macan aliran keagamaan. Namun jika tidak maka prediksi yang sangat jelas sesuai dengan teori fungsional bahwa aliran keagamaan nantinya akan ditinggalkan oleh para pengikutnya dan bukan dipandang sebagai sebuah stabilitas masyarakat. Untuk lebih jelasnya kita lihat pembahasan dibawah ini.

  1. Dasar Aliran Keagamaan Prespektif Fungsionalisme

Ada tiga bentuk dasar/prinsip teori fungsional dalam hal memandang suatu permasalahan yang menjadi acuan dalam menganggapi suatu problem yakni tentang aliran keagamaan khususnya, antara lain :

1)       Masyarakat dipandang sebagai suatu organisme yang terdiri dari bagian-bagian saling bergantung/terkait dan bekerjasama untuk sistem yang ada serta seluruh struktur sosial atau setidaknya yang diprioritaskan, menyumbangkan terhadap integrasi dan adaptasi sistem yang berlaku.
Bahwa aliaran keagamaan merupakan sebuah bagian-bagian dari agama tertentu yang yang satu sama lain saling bergantung atau berkaiatan sesuai fungsinya. Karena masing-masing aliran mempunyai ciri kekhasannya sendiri-sendiri maka ciri/khas yang berbeda inilah berguna untuk saling mengisi/berfungsi tambal-sulam apa yang belum dimiliki oleh aliran-aliran lain. Contoh, dalam diri MUI ada berbagai macam aliran keagamaan yang dalam setiap pengambilan keputusan pasti selalu merujuk pada sebuah pertimbangan yang ada karena ada unsur keseimbangan, dan hasilnya jelas tidak menguntungkan salah satu pihak dan bergantung satu-sama lain. Masing-masing aliran keagamaan ini berfungsi atau bekerjasama untuk menjalankan maksud/tujuan masing-masing sehingga tercapainya sebuah keadaan stabil yang diinginkan anggota aliran keagamaan tersebut.
2)      Kelangsungan struktur atau Eksistensi atau pola yang telah ada dijelaskan melalui konsekuensi-konsekuensi atau efek-efek yang keduanya diduga perlu atau bermanfaat terhadap permasalahan masyarakat (tanpa adanya fungsi bagi sistem maka struktur akan hilang dengan sendirinya). Terletak pada besar kecilnya fungsi sistem.
Bahwa jika eksistensi maupun fungsi instansi dari aliran keagamaan itu dirasa kurang/tidak memberikan manfaat/dedikasi terhadap anggotanya, maka aliran keagamaan ini akan hilang dengan sendirinya, dan itu pun sebaliknya jika eksistensi maupun fungsi instansi dari aliran keagamaan itu dirasa memberikan manfaat/dedikasi terhadap anggotanya, maka aliran keagamaan ini akan terus eksis dengan sendirinya (perspektif fungsional). Contoh, jika aliran keagamaan seperti halnya Ahmadiyah dianggap memberikan dedikasi buat anggotanya maka aliran ini akan terus ekssi dengan sendirinya, dan sebaliknya.
3)      Pencapaian equilibrium atau harmonis dilaksanakan melalui sosialisasi nilai dan norma yang didapatkan melalui konsensus. Sifat homeostatic­ dari sistem sosial: bahwa sistem sosial bekerja untuk menjaga stabilitas dan mengembalikannya setelah adanya perubahan dari luar. Konsensus memandang norma dan nilai sebagai landasan masyarakat aliran keagamaan dalam pembahasan ini tentunya, memusatkan perhatian kepada keteraturan sosial berdasarkan atas kesepakatan diam-diam dan memandang perubahan sosial terjadi secara lambat dan teratur.
Dalam pandangan teori fungsional ini, sebuah konsensus dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat dari orang yang berada diatasnya (pemerintah maupun intistusi lain) yang diperuntukan bagi anggota aliran keagamaan itu semisal, dipandang sebagai upaya untuk berpikir (positive thinking) dan berbuat hal baik (do positive) yang jelas berdasar atas berdasar atas nilai, norma, budaya yang ada dan dibangun didalam aturan yang disepakati itu serta dianggap sebagai sebuah upaya baik untuk menciptakan keseimbangan dalam lairan keagamaan, dan inilah teori fungsional yang dianggap pro-status quo yaitu siapa yang mempunyai hegemoni tinggi dianggap sebagai sebuah upaya perbaikan dan perwujudan berdasar atas nilai, norma budaya yang ada, karena kebudayaan dalam pengertian ini merupakan suatu sistem makna-makna simbolis (symbolic system of meanings) yang sebagian diantaranya menentukan realitas sebagaimana diyakini, dan sebagian lain menentukan harapan-harapan normatif yang dibebankan pada manusia. Dan jika dalam diri aliran keagamaan terjadi perubahan sosial yang cepat (revolutif) baik pengaruh dari luar maupun dalam, dianggap sebagai sebuah penyimpangan suatu sitem dan perlu adanya penjagaan serta pengembalian sebuah stabilitas. Contoh, jika Yasinan merupakan rutinitas juga anjuran dari aliran keagamaan tertentu dan sekarang hampir sudah ditinggalkan oleh para pengikutnya makadalam teori fungsional ini instansi ini akan menjaga stabilita rutinitas Yasinan ini akan terus diikuti dan mengembalikannya setelah ada perubahan dari luar (ditinggalkan).




III PENUTUP

  1. Kesimpulan

Dalam aliran keagamaan menurut pandangan fungsional merupakan sebuah proses untuk mempertahankan [keutuhan] masyarakat sebagai usaha-usaha yang aktif dan berjalan terus-menerus serta bersifat evolutif. Setiap ada perubahan yang terjadi (revolutif) dianggap sebagai penyimpangan terhadap sistem dan aturan yang ada, segala bentuk apapun suatu kebijakan yang ditentukan oleh pemerintah, intitusi atau lembaga aliran keagamaannya dipandang sebagai sebuah tata nilai, norma dan budaya yang ada terdapat dalam sebuah kebijakan yang dibuat diperuntukkan para pengikutnya daipandang sebagai aturan yang baik (positiv thinking).
Sebagai perspektif dalam memandang setiap gejala sosial, teori fungsional memandang masyarakat atau aliran keagamaan sebagai suatu lembaga sosial yang berada dalam keseimbangan; yang memolakan kegiatan manusia berdasarkan norma-norma yang dianut bersama serta dianggap sah dan mengikat peran serta manusia itu sendiri. Lembaga-lembaga yang kompleks ini termasuk lembaga aliran keagamaan secara keseluruhan merupakan sistem sosial yang sedemikian rupa dimana setiap bagian (masing-masing unsur kelembagaan itu) saling tergantung dengan semua bagian yang lain, sehingga perubahan salah satu bagian akan mempengaruhi kondisi sistem keseluruhan serta perubahan yang diinginkan tidak revolutif melainkan perubahan yang bersifat evolutif. Perubahan yang bersifat evolutif sangat mempengaruhi teori ini dalam memandang suatu perubahan sosial secara keseluruhan.
Perlu ditegaskan bahwa menurut teori fungsional, masyarakat sebagai suatu sistem memiliki struktur yang terdiri dari banyak lembaga, dimana masing-masing lembaga memilki fungsi sendiri-sendiri. Struktur dan fungsi, dengan kompleksitas yang berbeda-beda ada pada setiap masyarakat baik masyarakat modern maupun masyarakat primitif. Sebuah keteraturan yang selalu menjadi tumpuan dan alasan tentang teori ini, fungsional sebagai sudut pandang yang selalu melihat sebuah aturan, kebijakan sebagai sebuah tata norma dan nilai yang mengajarkan pada kebaikan dan stabilitas serta masyarakat dipandang sebagai konsensus-konsesus dengan persetujuan yang selalu dianggap ”ya’, sangat berbalik arah dengan teori lawannya yakni konflik.
Mungkin demikian dan kurang begitu sempurna kiranya makalah ini, kekhilafan yang patut dimaklumi sebagai manusia tentunya. Rangkaian maaf dan terimakasih atas atensi dan apresiasi semuanya. Semoga gerak langkah keilmuan dan tanggungjawab sosial kita sebagai agent of sosial change senantiasa dalam bimbingan-Nya. Amin.





DAFTAR PUSTAKA

Dr Zamroni. 1992. Pengantar Pengembangan Teori Sosial, Yogyakarta: TIARA WACANA.
Gerge Ritzer-Douglas J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern, Jakarta: PRENADA MEDIA.
Nottingham, Elizabeth K. 1994. Agama dan Masyarakat; Suatu Pengantar Sosiologi Agama, Jakarta: RAJAWALI  PRES.
O’dea, Thomas F. 1986. Sosiologi Agama; Suatu Pengenalan Awal, JAKARTA: RAJAWALI.
Scharf, Betty R. 1995. Kajian Sosiologi Agama, Yogyakarta: TIARA WACANA .
Zainal Arifin, Ahmad. 2007. Sosiologi Handout Teori Sosiologi Klasik.

Ulumul Quran (Aqsamul Qur’an)


BAB I
PENDAHULUAN
Kesiapan jiwa setiap individu dalam menerima kebenaran dan tunduk terhadap cahanya itu berbeda-beda. Jiwa yang jernih yang fitrahnya tiudak ternoda kejahatan akan segera menyambut petunjuk dan membukakan pintu hati bagi sinarnya serta berusaha mengikutinya sekalipun petunjuk itu sampai kepadanya hany sepintas kilas. Sedangkan jiwa yang tertutup awan kejahilan dan diliputi gfelapnya kebatilan tidak tergoncang hatinya kecuali dengan pukulan peringatan dan bentuk kalimat yang kuat lagi kokoh, sehingga dengan demikian barulah tergoncang keingkarannya itu.
Di dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang memberi penegasan akan sebuah penyataan. Penegasan itu berbentuk pernyataan”sumpah” yang langsung difirmankan oleh Allah SWT. Sumpah dalam konotasi bahasa al-Qur’an disebut qasam. Qasam (sumpah) dalam pembicaraan termasuk salah satu uslub pengukuhan kalimat yang diselingi dengan bukti yang konkrit dan dapat menyeret lawan untuk mengakui apa yang diingkarinya.
BAB II
AQSAMUL QUR’AN
A. Pengertian Qasam (Aqsamul Qur’an)
Menurut bahasa, aqsam merupakan bentuk jamak dari kata qasam yang berarti sumpah. Sedangkan secara menurut istilah aqsam dapat diartikan sebagai ungkapan yang dipakai guna memberikan penegasan atau pengukuhan suatu pesan dengan menggunakan kata-kata qasam. Namun dengan pemakaiannya para ahli ada yang hanya yang menggunakan istilah al-Qasam saja seperti dalam kitab al-Burhan fi Ulumil Qur’an karangan imam Badruddin Muhammad bin Abdullah az-Zarkasyi. Ada juga yang mengidofatkanny dengan al-Qur’an, sehingga menjadi Aqsamul Qur’an seperti yang dipakai dalam kitab al-Itqan fi Ulumil Qur’an karangan Imam Jalaluddin as-Suyuthi. Kedua istilah tersebut hanya berbeda pada konteks pemakaian katanya saja, sedangkan maksudnya tidak jauh berbeda.
Kalau demikian maka yang dimaksud dengan aqsamul Qur’an adalah salah satu dari ilmu-ilmu tentang al-Qur’an yang mengkaji tentang arti, maksud, hikmah, dan rahasia sumapah-sumpah Allah yang terdapat dalam al-Qur’an. Selain pengertian diatas, qasam dapat puladiartikan dengan gaya bahasa Al-Qur’an menegaskan atau mengukuhkan suatu pesan atau pernyataan menyebut nama Allah atau ciptaan-Nya sebagai muqsam bih. Dalam Al-Qur’an, ungkapan untuk memaparkan qasam adakalanya dengan memakai kata aqsama, dan kadang-kadang dengan menggunakan kata halafa.
Contoh penggunaan kedua kata tadi antara lain sebagai berikut:
Artinya: “(Ingatlah) hari (ketika) mereka semua dibangkitkan Alla) lalu mereka bersumpah kepada-Nya (bahwa mereka bukan musyrikin) sebagaimana mereka bersumpah kepadamu; dan mereka menyangka bahwa mereka akan memperoleh suatu (manfaat). Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya merekalah orang-orang pendusta.” (QS. Al-Mujadilah: 18).
Artinya: “Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu Mengetahui”.(Al-Waqi’ah: 76)
B. Huruf-huruf Qasam
Huruf-huruf yang digunakan untuk qasam ada tiga. Pertama, huruf wawu, seperti dalam firman Allah SWT:
Artinya: “Maka demi Tuhan langit dan bumi, Sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi) seperti Perkataan yang kamu ucapkan.” (QS. Adz-Dzariyat:23)
Kedua, huruf ba, seperti firman Allah SWT:
Artinya: “Aku bersumpah demi hari kiamat” (QS. Al-Qiyamah: 1)
Bersumpah dengan menggunakan huruf ba bisa disertai kata yang menunjukkan sumpah, sebagaimana contoh di atas, dan boleh pula tidak menyertakan kata sumpah, sebagaiman dalam firman Allah SWT:
Artinya:“ Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya” (QS. Shaad: 82)
Sumpah dengan menggunkan huruf ba bisa menggunakan kata terang seperti pada dua contoh di atas, dan bisa pula menggunakan kata pengganti (dhomir) sebagaimana dalam ucapan keseharian:
Ketiga, huruf ta, seperti firman Allah SWT:
Artinya: “Demi Allah, Sesungguhnya kamu akan ditanyai tentang apa yang telah kamu ada-adakan.”(An-Nahl: 56).
Sumpah dengan menggunakan huruf ta tidak boleh menggunakan kata yang menunjukkan sumpah dan sesudah ta harus disebutkan kata Allah atau rabb.
C. Unsur-unsur Qasam
Qasam terbagi menjadi tiga unsur yaitu adat qasam, muqsam bih dan muqsam ‘alaih.
1. Adat qasam adalah sghat yang digunkan untuk menunjukkan qasam, baik dalam bentuk fi’il maupun huruf seperti ba, ta, dan wawu sebgaai pengganti fi’il qasam. Contoh qasam dengan memakai kata kerja, misalnya firman Allah SWT:
Artinya: “Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-sungguh: “Allah tidak akan akan membangkitkan orang yang mati”. (tidak demikian), bahkan (pasti Allah akan membangkitnya), sebagai suatu janji yang benar dari Allah, akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui. “(QS. An-Nahl ayat 38)
Adat qasam yang banyak dipakai dalah wawu, sebagaimana firman Allah SWT:
Artinya: “Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun dan demi bukit Sinai.” (QS. At-Tin: 1-2)
Sedangkan khusus lafadz al-jalalah yang digunakan untuk pengganti fi’il qasam adalah huruf ta seperti dalam firman Allah SWT:
Artinya: “Demi Allah, Sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya.
2. Al-Muqsam bih yaitu sesuatu yang dijadikan sumpah oleh Allah. Sumpah dalam al-Qur’an ada kalanya dengan memakai nama yang Agung (Allah), dan ada kalanya dengan menggunakan nam-nama ciptaanNya. Qasam dengan menggunakan nama Allah dalam al-Qur’an hanya terdapat dalam tujuh tempat yaitu:
a. QS. Adz-dzariyat ayat 43 d. QS. Maryam ayat 68
b. QS. Yunus ayat 53 e. QS. Al-Hijr ayat 92
c. QS. At-Taghabun ayat 17 f. QS. An-Nisa ayat 65
g. QS. Al-Ma’arij ayat 40
Misalnya firman Allah SWT:
Artinya: “Dan mereka menanyakan kepadamu: “Benarkah (azab yang dijanjikan) itu? Katakanlah: “Ya, demi Tuhanku, Sesungguhnya azab itu adalah benar dan kamu sekali-kali tidak bisa luput (daripadanya)”.(QSYunus ayat 53)
Selain pada tujuh tempat dia tas, Allah memakai qasam dengan nama-nama ciptannya seperti dalam firman Allah SWT:
Artinya: “Maka aku bersumpah dengantempat beredarnya bintang-bintang”. (QS. Al-Waqi’ah: 75).
3. Al-muqsam ‘alaih kadang juga disebut jawab qasam. Muqsam ‘alaih merupakan suatu pernyataan yang datang mengiringi qasam, berfungsi sebagai jawaban dari qasam. Di dalam Qur’an terdapat dua muqsam ‘alaih, yaitu yang disebutkan secara tegas atau dibunag. Jenis yang pertama terdapat dalam ayat-ayat sebagai berikut:
Artinya: “Demi (angin) yang menerbangkan debu dengan kuat.dan awan yang mengandung hujan, dan kapal-kapal yang berlayar dengan mudah, dan (malaikat-malaikat) yang membagi-bagi urusan, Sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu pasti benar, dan Sesungguhnya (hari) pembalasan pasti terjadi.” (QS. Adz-Dzariyat: 1-6)
Jenis kedua muqsam ‘alaih atau jawab qasam dihilangkan/dibuang karena alasan sebagai berikut:
Pertama, di dalam muqsam bih nya sudah terkandung makna muqsam ‘alaih.
Kedua, qasam tidak memerlukan jawaban karena sudah dapat dipahami dari redaksi ayat dalam surat yang terdapat dalam al-Qur’an. Contoh jenis ini dapat dilihat mislanya dalam ayat yang berbunyi:
Artinya: “Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi (gelap).” (QS. Ad-Dhuha: 1-2).
D. Macam-macam Qasam
Qasam itu adakalanya zhahir dan adakalanya mudmar.
a. Zhahir, ialah sumpah di dlamnya disebutkan fi’il qasam dan muqsam bih. Dan diantaranya ada yang dihilangkan fi’il qasamnya, sebagaimana pada umumnya, karena dicukupkan dengan huruf jar berupa ba, wawu, dan ta. Seperti dalam firman Allah SWT:
Artinya: “Aku bersumpah demi hari kiamat, dan aku bersumpah dengan jiwa yang Amat menyesali (dirinya sendiri).” (QS. Al-Qiyamah: 1-2).
b. Mudhmar ialah yang di dalamnya tidak dijelaskan fi’il qasam dan tidak pula muqsam bih, tetapi ia ditunjukkan oleh “lam taukid” yang masuk ke dalam jawab qasam, seperti firman Allah:
Artinya: “Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. dan (juga) kamu sungguh-sungguh.”
E. Tujuan Aqsam dalam Al-Qur’an
Menurut Manna al-Qhaththan, tujuan qasam dalam al-Qur’an adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengukuhkan dan mewujudkan muqsam ‘alaih. Karena itu, muqsam ‘alih berupa sesuatu yang layak untuk dijadikan sumpah, seperti hal-hal yang tersembunyi, jika qasam itu dimaksudkan untuk menetapkan kebenaran.
2. untuk menjelaskan tauhid atau untuk menegaskan kebenaran al-Qur’an.
F. Faedah Aqsam dalam Al-Qur’an
Qasam merupakan salah satu penguat perkataan yang masyhur untuk memantapkan dan memperkuat kebenaran sesuatu di dalam jiwa. Qur’an al-Karim diturunkan untuk seluruh manusia, dan manusia mempunyai sikap yang bermacam-macam terhadapnya. Di antaranya ada yang meragukan, ada yang mengingkari dan ada pula yang amat memusuhi. Karena itu dipakailah qasam dalam Kalamullah, guna menghilangkan keraguan, melenyapkan, kesalahpahaman, menegakkan hujjah, menguatkan khabar dan menerapkan hukum dengan cara paling sempurna.
G. Bersumpah dengan selain Allah
Dr. Bakri Syekh Amin dalam buku at-Ta’bir Alfan fil Qur’an bahwa sumpah dengan selain nama Allah dihukumi dengan musyrik. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Umar ra, yang artinya:
“Barang siapa bersumpah dengan selain Allah, maka berarti dia telah kafir atau musyrik.”(HR. Tirmidzi).
Dalam hadits lain disebutkan, yang artinya: “Sesungguhnya Allah bersumpah bisa dengan makhlukNya apa saja. Tetapi seorangpun tidak boleh bersumpah selain dengan nama Allah.”(HR. Ibn Abi Hatim)
Ada pula yang mengatakan bahwa sumpah dengan selain Allah diperbolehkan berdasarkan contoh hadits Bukhari berikut:
“Ketika pada saat Rasulullah SAW sayyidina Abu bakar ra membuka kain penutup wajah Nabi SAW lalu memeluknya dengan derai tangis seraya menciumi tubuh Beliau SAW seraya berkata: Demi ayahku, dan Engkau dan Ibuku wahai Rasulullah….., Tiada akan Allah jadikan dua kematian atasmu, maka kematian yang telah dituliskan Allah untukmu kini telah kau lewati.”(Shahihul Bukhari no.1184, 4187).
Namun kebanyakan ulama tetap mengharamkan bersumpah selain dengan nama Allah
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian yang telah dibahas, kita dapat menyimpulkan Aqsamul Qur’an adalah salah satu kajian dalam Ulumul Qur’an yang membahas tentang pengertian, unsur-unsur, bentuk-bentuk, tujuan, serta manfaat (faedah) sumpah-sumpah Allah, dalam menegaskan suatu pernyataan tertentu, yang terdapat di dalam Al-Qur’an, dimana sumpah-sumpah dalam Al-Qur’an itu menyebut nama Allah atau ciptaan-Nya sebagai Muqsam bih.
Aqsamul Qur’an mempunyai tujuan untuk memberikan penegasan atas suatu informasi yang disampaikan dalam Al-Qur’an atau untunuk memperkuat informasi kepada orang lain yang mungkin sdang mengingkari suatu kebenarannya, sehingga informasi itu dapat diterimanya dengan penuh keyakinan
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Buchori, Didin Saefuddin. 2005. Pedoman Memahami Al-Qur’an, Bogor: Granada Sarana Pustaka.
Chirzin, Muhammad.1998. Al-Qur’am dan Ulumul Qur’an, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa.
Manna’ Khalil Al-Qattan. 2009. (Mabahitsu fi Ulumil Qur’an) Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Jakarta: PT Halim Jaya.

Ulumul Quran (Surat Makkiyah dan Surat Madaniyah)



BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Para ulama dan ahli tafsir terdahulu memberikan perhatian yang besar terhadap penyelidikan surat-surat Al-Qur’an. Mereka meneliti al-Qur’an ayat demi ayat dan surat demi surat untuk disusun sesuai dengan nuzulnya, dengan memperhatikan waktu, tempat dan pola kalimat. Bahkan lebih dari itu, mereka mengumpulkannya sesuai dengan waktu, tempat dan pola kalimat. Cara demikian merupakan ketentuan cermat yang memberikan kepada peneliti obyektif, gambaran mengenai penyelidikan ilmiah tentang ilmu Makkiyah dan Madaniyah.
Perhatian terhadap ilmu Al-Qur’an menjadi bagian terpenting para sahabat dibanding berbagai ilmu yang lain. Termasuk di dalamnya membahas tentang nuzulnya suatu ayat, tempat nuzulnya, urutan turunnya di Mekkah atau di Madinah, tentang yang diturunkan di Mekkah tetapi termasuk kelompok Madaniyah atau ayat yang diturunkan di Madinah tetapi masuk dalam kategori Makkiyah, dan sebagainya. Pada intinya persoalan ini telah menjadi perhatian urgen pada masa sahabat (Al-Qathathan, 1996:72).
Bahkan salah satu tokoh Mufassir pada masa sahabat, misalnya Ibn Abbas pernah menyatakan, “Demi Allah. Tidak Ada Tuhan selain Dia. Tidak diturunkannya satu ayat pun dari kitab Al-Qur’an, kecuali saya mengetahuinya. Di mana diturunkan, jika saya tahu, bahwa ada seseorang yang lebih tahu daripada saya tentang kitab Allah, meskipun misalnya itu disampaikan oleh Onta, niscaya saya akan mengunjunginya”. Pernyataan Ibn Abbas ini, bukan suatu ungkapan kesombongan tetapi merupakan pernyataan betapa besar perhatian Ibn Abbas terhadap Ilmu-ilmu Al-Qur’an.
Tema-tema seputar Makkiyah dan Madaniyah ini sangat banyak ragam penyelidikannya. Abu al-Qasim al Hasan al Muhammad bin Habib al-Nasyaburi menyebutkan dalam kitabnya al-Tanbib ‘ala fadll ‘Ulum al-Qur’an, bahwa di antara ilmu-ilmu al-Qur’an yang paling mulia adalah ilmu tentang nuzul al-Qur’an dan tempat turunnya, urutan turunnya di Mekkah dan di Madinah, tentang yang diturunkan di Mekkah tetapi masuk dalam kategori Madaniyahyah dan diturunkan di Madinah tetapi masuk dalam kategori Makkiyah, tentang yang diturunkan di Mekkah mengenai penduduk Madinah dan yang diturunkan di Madinah mengenai penduduk Mekkah, tentang yang serupa dengan yang diturunkan di Mekkah (Makkiyah) tetapi termasuk Madaniyahyah dan serupa dengan yang diturunkan di Madinah (Madaniyahyah) tetapi termasuk Makkiyah, dan tentang yang diturunkan di Juhafah, di Bayt al-Maqdis, di Tha’if maupun Hudaibiyyah. Demikian juga yang diturunkan di waktu malam, di waktu siang, secara bersamaan ataupun sendiri-sendiri. Ayat-ayat Makkiyah dan surat-surat Madaniyah atau sebaliknya dan seterusnya; tema-tema itu keseluruhan berjumlah tidak kurang dari 25 pokok bahasan. Kesemuanya itu terkumpul dalam satu ilmu yaitu Ilmu Makkiyah dan Madaniyah.
Tema-tema tersebut merupakan persoalan penting untuk didiskusikan dalam rangka mempeerdalam ilmu-ilmu al-Qur’an, namun demikian dalam tulisan ini tidak akan dibahas semuanya, melainkan hanya beberapa tema dasarnya saja yang dirasa sudah cukup sebagai pengantar. Hal demikian semata-mata memprtimbangkan keterbatasan tempat dan waktu. Dan bukan dalam artian memperkecil nilai tema-tema di atas.
B. Pembatasan Masalah
Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan, maka masalah yang dibahas pada masalah :
a. Definisi atau pengertian surat Makkiyah dan Madaniyah
b. Klasifikasi ayat-ayat dan surat-surat Al-Qur’an
c. Karakteristik Makkiyah dan Madaniyah
d. Urgensi Makkiyah dan Madaniyah dan faedah Makkiyah dan Madaniyah
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan tersebut, masalah-masalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa definisi atau pengertian dari surat Makkiyah dan Madaniyah?
2. Bagaimana Klasifikasi ayat-ayat dan surat-surat Al-Qur’an?
3. Bagaimana karakteristik masing-masing Makkiyah dan Madaniyah?
4. Apakah Urgensi dan faedah Makkiyah dan Madaniyah?
D. Tujuan
1. Mengetahui definisi atau pengertian Makkiyah dan Madaniyah
2. Mengetahui klasifikasi Surat Makkiyah dan Madaniyah
3. Memahami ciri dan karakteristik dari Surat Makkiyah dan Madaniyah
4. Memahami urgensi dan faedah mempelajari perbedaan Surat Makkiyah dan Madaniyah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Surat Makkiyah dan Surat Madaniyah
Ada beberapa definisi tentang al-Makkiyah dan Madaniyah yang diberikan oleh para ulama yang masing-masing berbeda satu sama lain. Perbedaan ini disebabkan kriteria yang disebabkan oleh perbedaan kriteria yang ditetapkan untuk menetapkan Makiyah atau Madaniyah sebuah surat atau ayat.
Ada tiga pendapat yang dikemukakan ulama tafsir dalam hal ini :
1. Berdasarkan tempat turunnya suatu ayat.
?????????? ??? ?????? ???????? ?????? ?????? ?????????? ????????????? ??? ?????? ??????????????
“ Makkiyah ialah suatu ayat yang diturunkan di Mekkah, sekalipun sesudah hijrah, sedang Madaniyahyah ialah yang diturunkan di Madinah”.
Berdasarkan rumusan di atas,Makkiyah adalah semua surat atau ayat yang dinuzulkan di wilayah Mekkah dan sekitarnya. Sedangkan Madaniyah adalah semua surat atau ayat yang dinuzulkan di Madinah. Adapun kelemahan pada rumusan ini karena tidak semua ayat al-Qur’an dimasukkan dalam kelompok Makiyyah atau Madaniyah. Alasannya ada beberapa ayat al-Quran yang dinuzulkan jauh di luar Mekkah dan Madinah.
2. Berdasarkan khittab/ seruan/ panggilan dalam ayat tersebut.
“ Makkiyah ialah ayat yang khittabnya/panggilannya ditujukan kepada penduduk Mekkah, sedang Madaniyahyah ialah yang khittabnya ditujukan kepada penduduk Madaniyahyah”.
Berdasarkan rumusan di atas, para ulama menyatakan bahwa setiap ayat atau surat yang dimulai dengan redaksi ?? ???? ????? (wahai sekalian manusia) dikategorikan Makkiyah, karena pada masa itu penduduk Mekkah pada umumnya masih kufur. Sedangkan ayat atau surat yang dimulai dengan ?? ???? ????? ????? (wahai orang-orang yang beriman) dikategorikan Madaniyah, karena penduduk Madinah pada waktu itu telah tumbuh benih-benih iman di dada mereka. Adapun kelemahan-kelemahan pada rumusan ini, antara lain:
a. Tidak semua ayat atau surat di mulai oleh redaksi ?? ???? ????? atau ?? ???? ????? ?????. Maksudnya, tidak selalu yang menjadi sasaran surat atau ayat penduduk Mekkah atau Madinah.
b. Tidak semua ayat atau surat di mulai oleh redaksi ?? ???? ????? meski Makkiyah dan yang dimulai dengan redaksi ?? ???? ????? ????? meski Madaniyah.
3. Berdasarkan masa turunnya ayat tersebut.
?????? ????? ?????????? ???????? ???????,???????????? ????????? ?????? ???????? ???????????
?????????????? ????????? ?????? ?????? ??????????? ?????? ????? ?????????? ?????????
“ Makkiyah ialah ayat yang diturunkan sebelum Nabi hijrah ke Madinah, sekalipun turunnya di luar Mekkah, sedang Madaniyahyah ialah yang diturunkan sesudah Nabi hijrah, sekalipun turunnya di Mekkah”.
Dibanding dua rumusan sebelumnya , tampaknya rumusan Makkiyah dan Madaniyah ini lebih populer karena di anggap tuntas dan memenuhi unsur penyusunan ta’rif (definisi).
B. Klasifikasi Ayat-Ayat dan Surat-Surat Al-Qur’an
Pada umunya, para ulama membagi surat-surat al-Qur’an menjadi dua kelompok, yaitu surat-surat Makiyyah dan Madaniyah. Mereka berbeda pendapat dalam menetapkan jumlah masing-masing kelompoknya. Sebagian ulama mengatakan bahwa jumlah surat Makiyyah ada 94 surat, sedangkan Madaniyah ada 20 surat. Sebagian ulama lain mengatakan bahwa jumlah surat Makiyyah ada 84 surat, sedangkan yang Madaniyah ada 30 surat.
Perbedaan-perbedaan pendapat para ulama itu dikarenakan adanya sebagian surat yang seluruhnya ayat-ayat Makkiyah atau Madaniyah dan ada sebagian surat lain yang tergolong Makiyyah atau Madaniyah, tetapi di dalamnya berisi sedikit ayat yang lain statusnya. Surat-surat al-Qur’an itu terbagi menjadi empat macam :
1. Surat-surat Makiyyah murni, yaitu surat-surat Makiyyah yang seluruh ayat-ayatnya juga berstatus Makiyyah semua, tidak ada satupun yang Madaniyah.
2. Surat-surat Madaniyah murni, yaitu surat-surat Madaniyah yang seluruh ayat-ayatnya juga berstatus Madaniyah semua, tidak ada satupun yang Makiyyah.
3. Surat-surat Makiyyah yang berisi ayat Madaniyah, yaitu surat-surat yang sebetulnya kebanyakan ayat-ayatnya adalah Makiyyah, sehingga berstatus Makiyyah, tetapi di dalamnya ada sedikit ayatnya yang berstatus Madaniyah.
4. Surat-surat Madaniyah yang berisi ayat Makiyyah, yaitu surat-surat yang sebetulnya kebnyakan ayat-ayatnya adalah Madaniyah, sehingga berstatus Madaniyah, tetapi di dalamnya ada sedikit ayatnya yang berstatus Makiyyah.
C. Ciri dan Karakteristik Makiyyah dan Madaniyah
Para ulama telah menetapkan karakteristik Makiyyah dan Madaniyah sebagai berikut :
a. Ciri dan Karakteristik Surat Makiyyah
Ada beberapa ciri dan karakteristik yang dimiliki Makiyyah di antaranya :
1. Setiap surat yang di dalamnya terdapat kata ??? Kata ini dipergunakan untuk memberi peringatan yang tegas dan keras kepada orang-orang Mekkah yang keras kepala.
2. Setiap surat yang di dalamnya terdapat ayat sajdah termasuk Makiyyah.
3. Setiap surat yang di dalamnya terdapat kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu termasuk Makiyyah, kecuali surat al-Baqarah dan Ali ‘Imran yang keduanya termasuk Madaniyah. Adapun surat al-Ra’d yang masih diperselisihkan.
4. Setiap surat yang di dalamnya terdapat kisah Nabi Adam dan Iblis termasuk Makiyyah, kecuali surat Al-Baqarah yang tergolong Madaniyah.
5. Setiap surat yang dimulai dengan huruf abjad, alphabet (tahjjiy) ditetapkan sebagai Makiyyah, kecuali Al-Baqarah dan Ali ‘Imran. Huruf tahjjiy yang dimaksud di antaranya ? ? ? ? ?, ? ? ? ?, ? ?, dll
6. Mengandung seruan (nida’) untuk beriman kepada Allah dan hari kiamat dan apa-apa yang terjadi di akhirat. Di samping itu, ayat-ayat Makiyyah ini menyeru untuk beriman kepada para rasul dan para malaikat serta menggunakan argumen-argumen akal, kealaman dan jiwa.
7. Membantah argumen-argumen kaum Musyrikin dan menjelaskan kekeliruan mereka terhadap berhala-berhala mereka.
8. Mengandung seruan untuk berakhlak mulia dan berjalan di atas syariat yang hak tanpa terbius oleh perubahan situasi dan kondisi, terutama hal-hal yang berhubungan dengan memelihara agama, jiwa, harta, akal, dan keturunan.
9. Terdapat banyak redaksi sumpah dan ayatnya pendek-pendek.
b. Ciri dan Karakteristik Surat Madaniyah
Seperti halnya dalam Makiyyah, Madaniyah pun mempunyai ciri-ciri karakteristik :
1. Setiap surat yang berisi hukum pidana, hukum warisan, hak-hak perdata dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan perdata serta kemasyarakatan dan kenegaraan, termasuk Madaniyah.
2. Setiap surat yang mengandung izin untuk berjihad, urusan-urusan perang, hukum-hukumnya, perdamaian dan perjanjian, termasuk Madaniyah.
3. Setiap surat yang menjelaskan hal ihwal orang-orang munafik termasuk Madaniyah, kecual surat Al-Ankabut yang di nuzulkan di Makkah. Hanya sebelas ayat pertama dari surat tersebut yang termasuk Madaniyah dan ayat-ayat tersebut menjelaskan perihal orang-orang munafik.
4. Menjelaskan hukum-hukum amaliyyah dalam masalah ibadah dan muamalah, seperti shalat, zakat, puasa, haji, qisas, talak, jual beli, riba, dan lain-lain.
5. Sebagian surat-suratnya panjang-panjang, sebagian ayat-ayatnya panjang-panjang dan gaya bahasanya cukup jelas dalam menerangkan hukum-hukumagama.
D. Kegunaan ilmu Makkiyah wal Madaniyah
Kegunaan ilmu / faedah ilmul Makkiyah wal Madaniyah adalah banyak sekali. Dalam hal ini, al-Zarqani di dalam kitabnya manahilul ’irfan menerangkan sebagian daripada kegunaan ilmu-ilmu ini, ialah :
a. Dengan ilmu ini kita dapat membedakan dan mengetahui ayat yang mana yang mansukh dan nasikh. Yakni apabila terdapat dua ayat atau lebih mengenai suatu masalah, sedang hokum yang terkandung di dalam ayat-ayat itu bertentangan. Kemudian dapat diketahui bahwa ayat yang satu Makkiyah, sedang ayat lainnya Madaniyahyah; maka sudah tentu ayat yang Makkiyah itulah yang di nasakh oleh ayat yang Madaniyahyah, karena ayat yang Madaniyahyah adalah yang terakhir turunnya.
b. Dengan ilmu ini pula, kita dapat mengetahui Sejarah Hukum Islam dan perkembangannya yang bijaksana secara umum. Dan dengan demikian, kita dapat meningkatkan keyakinan kita terhadap ketinggian kebijaksanaan islam di dalam mendidik manusia baik secara perorangan maupun secara masyarakat.
c. Ilmu ini dapat meningkatkan keyakinan kita terhadap kebesaran, kesucian, dan keaslian al-Qur’an, karena melihat besarnya perhatian umat islam sejak turunnya terhadap hal-hal yang berhubungan dengan al-Qur’an, sampai hal-hal yang sedetail-detailnya; sehingga mengetahui ayat-ayat yang mana turun sebelum hijrah dan sesudahnya; ayat-ayat yang diturunkan pada waktu Nabi berada di kota tempat tinggalnya (domisilinya) dan ayat yang turun pada waktu Nabi sedang dalam bepergian atau perjalanan; ayat-ayat yang turun pada malam hari dan siang hari; dan ayat-ayat yang turun pada musim panas dan musim dingin dan sebagainya.
d. Dapat mengetahui situasi dan kondisi lingkungan masyarakat pada waktu turunnya Al Qur’an, khususnya masyarakat Makkah dan Madinah.
Dengan demikian, maka siapapun yang ingin berusaha merusak kesucian dan keaslian al-Qur’an pastilah segera diketahui oleh umat islam.
Dr. Shubhi al-Shalih dalam bukunya Mabahits fi Ulumil Qur’an menyatakan, bahwa dengan Ilmul Makkiyah wal Madaniyah kita dapat mengetahui fase-fase (marhalah) dari da’wah islamiah yang di tempuh oleh al-Qur’an secara berangsur-angsur dan yang sangat bijaksana itu, kondisi masyarakat pada waktu turunnya ayat-ayat al-Qur’an, khususnya masyarakat Mekkah dan Madinah. Demikian pula, dengan ilmu ini kita dapat mengetahui uslub-uslub / style-style bahasanya yang berbeda-beda, karena ditunjukkan pada golongan-golongan yang berbeda, yakni : orang-orang mu’min, orang-orang musyrik, dan orang-orang ahlul kitab. Demikian pula orang-orang munafiq.
Ilmul Makkiyah wal Madaniyah merupakan cabang ilmu-ilmu al-Qur’an yang sangat penting diketahui atau dikuasai oleh seorang mufassir, sampai-sampai di kalangan Ulama al-Muhaqqiqun, antara lain Abul Qasim al-Naisaburi (ahli nahwu dan tafsir, wafat tahun 406 H) tidak membenarkan seseorang menafsirkan al-Qur’an tanpa mengetahui Ilmul Makkiyah wal Madaniyah.
Abul Qasim al-Naisaburi dalam Kitab al-Tanbih ‘ala Fadhli ‘Ulumil Qur’an menerangkan sebagai berikut : “Di antara ilmu-ilmu al-Qur’an yang paling utama adalah ilmu tentang :
1) Turunnya al-Qur’an dan tempat-tempat turunnya.
2) Urut-urutan ayat-ayat yang turun di Mekkah pada masa permulaan, pertengahan, dan penghabisannya. Demikian pula ayat-ayat yang turun di Madinah pada masa permulaan, pertengahan, penghabisannya.
3) Ayat-ayat yang turun di Mekkah sedang hukumnya termasuk Madaniyahyah.
4) Ayat-ayat yang turun di Madinah sedang hukumnya Makiyyah.
5) Ayat-ayat yang turun di Mekkah mengenai penduduk Madinah.
6) Ayat-ayat yang turun di Madinah mengenai penduduk Mekkah.
7) Ayat-ayat yang menyerupai Makkiyah yang terdapat dalam surat Madaniyahyah.
8) Ayat-ayat yang menyerupai Madaniyahyah yang terdapat dalam surat Makkiyah.
9) Ayat-ayat yang turun di Juhfah – sebuah desa tidak jauh dari Mekkah, dalam perjalanan menuju ke Madinah.
10) Ayat-ayat yang turun di Baitul Maqdis.
11) Ayat-ayat yang turun d Thaif.
12) Ayat-ayat yang turun di Hudaibiyah.
13) Ayat-ayat yang turun pada malam hari.
14) Ayat-ayat yang turun pada siang hari.
15) Ayat-ayat yang turun secara kelompok.
16) Ayat-ayat yang turun sendirian.
17) Ayat-ayat Madaniyahyah yang terdapat pada surat-surat Makkiyah.
18) Ayat-ayat Makkiyah yang terdapat pada surat-surat Madaniyahyah.
19) Ayat-ayat yang dibawa dari Mekkah ke Madinah.
20) Ayat-ayat yang dibawa dari Madinah ke Mekkah.
21) Ayat-ayat yang dibawa dari Madinah ke Abbessynia (Habasyah).
22) Ayat-ayat yang turun secara mujmal (global).
23) Ayat-ayat yang turun secara mufassar (disertai keterangan).
24) Ayat-ayat yang turun secara rumuz (dengan isyarat).
25) Ayat-ayat yang dipersoalkan oleh ulama. Sebagian ulama menganggap Makkiyah, sedang sebagian lagi menganggap Madaniyahyah.
Semuanya itu ada 25 macam ilmu (merupakan cabang dari Ilmul Makkiyah wal Madaniyah). Siapapun yang tidak mengetahui semuanya itu dan tidak bisa membedakan antara 25 macam ilmu tersebut, maka ia tidak boleh berbicara (menafsirkan) tentang al-Qur’an. (baca al-Burhan karangan al-Zarkasyi halaman 192, dan al—Itqan karangan al-Suyuti juz I halaman 8).
KESIMPULAN
Pengetahuan tentang ayat-ayat Mekkah dan Madinah merupakan bagian yang terpenting dalam ‘Ulum Qur’an. Hal ini bukan saja merupakan kepentingan kesejarahan melainkan juga untuk memahami dan menafsirkan ayat-ayat yang bersangkutan.
Sebagaian surat di dalam al-Qur’an berisi ayat-ayat dari kedua periode tersebut dan dalam beberapa hal muncul perbedaan pendapat dari kalangan para ulama tentang klasifikasi ayat-ayat tertentu.
Bagaimanapun juga secara keseluruhan memang sudah berhasil disusun suatu pola pemisahan (pembagian) yang sudah mapan, dan telah digunakan secara meluas secara ilmu tafsir, dan dijabarkan dari bukti-bukti internal yang ada dalam teks al-Quran itu sendiri.
Definisi Al-Makiyyah dan Madaniyah oleh para ahli tafsir meliputi berdasarkan tempat turunnya suatu ayat, berdasarkan khittab/ seruan/ panggilan dalam ayat tersebut, berdasarkan masa turunnya ayat tersebut.
Surat-surat al-Qur’an itu terbagi menjadi empat macam antara lain : Surat-surat Makiyyah murni, Surat-surat Madaniyah murni, Surat-surat Makiyyah yang berisi ayat Madaniyah, Surat-surat Madaniyah yang berisi ayat Makiyyah.
Karakteristik surat dan ayat-ayat Al-Qur’an ini terbagi menjadi dua yaitu karakteristik Makkiyahdan karakteristik Madaniyah.
Adapun kegunaan mempelajari Ilmu ini antara lain agar dapat membedakan ayat-ayat nasikh dan mansukh, agar dapat mengetahui sejarah hukum Islam dan tahapan-tahapannya secara umum, mendorong keyakinan yang kuat, agar mengetahui fase-fase dakwah Islamiyah yang telah ditempuh oleh Al-Qur’an secaa bertahap, agar dapat mengetahui keadaan lingkungan, situasi, dan kondisi masyarakat pada waktu turun ayat-ayat Al-Qur’an, agar mengetahui gaya bahasanya yang berbeda-beda.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Chalik, Chaerudji Abd. 2007. ‘Ulumul Qur’an. Jakarta. Diadit Media
Syaifullah. 2004. ‘Ulumul Qur’an. Ponorogo. Prodial Pratama Sejati Press.
Von Dennfer, Ahmad 1988. ‘Ilmu Al-Quran’. Jakarta. Rajawali
Quthan,Mana’ul. 1993. ‘Pembahasan Ilmu Al-Quran’. Jakarta. Rineka Cipta
Zuhdi, Masjufuk. 1982. ‘Pengantar ulumul Quran’. Surabaya. Bina Ilmu