PROBLEMATIKA GURU DALAM PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.        LATAR BELAKANG
Berbicara tentang pendidikan, kita tidak bisa melupakan sosok seorang guru. Seperti yang kita ketahui bahwa guru memiliki peran yang sangat penting dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.
Keberhasilan proses belajar mengajar di kelas sebagian besar tergantung pada guru, karena guru dapat menciptakan situasi belajar yang menyenangkan atau membosankan. Guru juga menjadi fasilitator yang membawa siswa untuk terlibat dalam proses belajar aktif. Di sisi lain, ada banyak masalah mungkin dihadapi oleh guru dalam mensukseskan proses belajar mengajar. Selanjutnya, pendidikan Islam tampaknya menghadapi masalah yang lebih rumit karena memiliki peran yang lebih penting untuk menjadi pedoman dalam kehidupan manusia. Guru, terutama guru dari lembaga pendidikan Islam harus menjadi guru yang berkualifikasi dilengkapi dengan kompetensi akademis, pribadi, dan sosial.

B.        RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas, dapat ditarik rumusan sebagai berikut:
1.      Apa pengertian problematika guru/guru PAI?
2.      Bagaimanakah model penelitian tentang problema guru?
3.      Apa saja problematika guru dalam pendidikan islam (PAI) di Indonesia?

C.        TUJUAN PEMBAHASAN
1.         Untuk mengetahui pengertian problematika guru PAI
2.         Untuk mengetahui model penelitian guru PAI
3.         Untuk mengetahui problematika guru dalam PAI di Indonesia.



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Problematika Guru/Guru PAI
1.         Problematika
Istilah problema/problematika berasal dari bahasa Inggris yaitu "problematic" yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, problema berarti hal yang belum dapat dipecahkan; yang menimbulkan masalah; permasalahan; situasi yang dapat didefinisi sebagai suatu kesulitan yang perlu dipecahkan, diatasi atau disesuaikan.[1]
Menurut Endang Porwanti (1994 : 20) menyatakan bahwa "problema/problematika adalah suatu kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang diharapkan dapat menyelesaikan atau dapat diperlukan atau dengan kata lain dapat mengurangi kesenjangan itu."
Jadi, problema adalah berbagai persoalan-persoalan sulit yang dihadapi dalam proses pembelajaran, baik yang datang dari individu guru (faktor eksternal) maupun dalam proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah (faktor intern).[2]
2.         Guru/Guru PAI
Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti dilembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau/mushalla, dirumah, dan sebagainya.[3] Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Sedangkan yang dimaksud dengan guru agama adalah "orang dewasa yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan memberikan pertolongan terhadap mereka dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tugasnya sebagai hamba atau khalifah Allah maupun sebagai makhluk sosial serta makhluk individu yang mandiri".[4]
Pendidikan agama adalah usaha-usaha secara sistematis dan progmatis dalam membantu anak didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam. (Zuhairini, 1983 : 27).
Berdasarkan definisi diatas, dapat difahami bahwa guru pendidikan agama islam adalah orang dewasa yang memiliki keahlian dalam ilmu keguruan yang bertugas untuk mendidik dan mengajar anak hingga memperoleh kedewasaan baik jasmani maupun rohani yang pada akhirnya anak didik tersebut mampu  menjalankan tugasnya sebagai khalifah Allah SWT, serta mampu berinteraksi sosial di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Oleh karena itu, guru merupakan salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang potensial di bidang pembangunan. (Sardiman, 2007 : 125).[5]
Jadi problematika guru dalam pendidikan agama islam adalah persoalan-persoalan sulit yang dihadapi dalam proses pembelajaran oleh guru yang bertugas untuk mendidik dan mengajar anak didik hingga memperoleh kedewasaan baik jasmani maupun rohani dalam pendidikan agama islam.



B.       Model Penelitian Tentang Problema Guru
Dalam hubungannya dengan usaha memecahkan problema guru, Himpunan Pendidikan Nasional (National Education Association) di Amerika Serikat pernah melakukan penelitian tentang hal tersebut secara nasional sejak tahun 1968 yang lalu sebagai berikut:[6]
1.         Prosedur
Pengumpulan data dilakukan oleh bagian penelitian, N. E. A (National Education Association) melalui survey pendapat umum guru (Opinion Survey) 1968 di kalangan guru-guru sekolah negeri yang dijadikan samel secara nasional.
Kuesioner yang dibuat terdiri dari 17 macam pertanyaan tentang problema guru yang dipandang potensional. Responden diminta untuk menunjukkan bagi masing-masing guru mana suatu problema pokok dan tidak sama sekali bukan problema di lingkungan sekolah masing-masing. Kemudian data yang terkumpul dari kuesioner itu dijadikan landasan analisis.
2.         Hasil yang diperoleh
Mereka mendapat 5 aspek pokok yang menyangkut kondisi dan kompensasi tugas mengajar guru yang dipandang sebagai problema major -+ 25% dari responden dan -+ 40% responden yang menganggapnya sebagai problema minor. Ini menempatkan sejumlah guru yang mempunyai problema dalam aspek-aspek tersebut dalam kedudukan antara 65-75%.
Adapun 5 Aspek pokok tersebut menyangkut hal-hal sebagai berikut:
a.    Sedikitnya waktu untuk istirahat dan untuk persiapan pada waktu dinas di sekolah.
b.    Ukuran kelas yang terlalu besar.
c.    Kurangnya bantuan administrative.
d.   Gaji yang kurang memadai.
e.    Kurangnya bantuan kesejahteraan.
Adapun aspek yang berbeda pada ranking kedua adalah hal-hal yang berhubungan dengan aspek-aspek yang lebih khusus tentang kegiatan sekolah, antara lain:[7]
1)   Bantuan yang memadai dari guru-guru khusus.
2)   Tidak adanya bantuan masyarakat kepada sekolah.
3)   Pengelompokan murid yang kurang efektif dalam kelas-kelas.
4)   Rapat-rapat guru yang tidak efektif.
Ada 3 aspek yang memperoleh persentase paling rendah dalam deretan daftar problema major, yaitu:
a.       Perkumpulan guru-guru local yang tidak efektif.
b.      Kurangnya kesempatan untuk mengembangkan profesi, dan
c.       Sikap negative rekan-rekan pengajar terhadap tugas mengajar.
Hasil-hasil penelitian ini mempunyai arti penting bagi para administrator kependidikan di Negara kita yang sedang berkembang ini. Bahkan di Negara maju seperti Amerika Serikat saja masih terdapat keluhan di kalangan guru-guru sekolah negeri. Masalah di bidang pengajaran yang belum mencukupi kebutuhan hidup dan lain sebagainya yang tercermin dalam penelitian di atas.
C.      Problematika Guru PAI
  1. 1.     Problematika Guru Secara Umum

Ada beragam problem yang dihadapi oleh guru, yang secara umum dapat diuraikan sebagai berikut:[8]


a)         Rendahnya penguasaan IPTEK
Memasuki era persaingan global sekarang ini, penguasaan IPTEK menyebabkan rendahnya kualitas nilai SDM. Hal ini merupakan ancaman sekaligus tantangan yang nyata bagi guru khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya dalam menjaga eksistensi guru dimasa depan.
b)        Rendahnya kesejahteraan guru
Hal lain yang juga merupakan problem yang harus dihadapi oleh guru adalah rendahnya gaji guru sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya secara memadai. Seringkali orientasi kerja guru dituntut hanya semata-mata mengabdikan dirinya untuk kepentingan profesi dan mengabaikan kebutuhan dasar tersebut. Akibatnya kesejahteraan guru rendah dan timbulah keinginan memperbaiki kesejahteraan itu. Dalam keadaan seperti ini, tenaga dan pikiran guru akan lebih tersita untuk memenuhi kebutuhannya daripada tuntutan profesinya.
c)         Kurangnya minat guru dalam meningkatkan kualitas keilmuannya dengan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Dalam hal ini seharusnya semua pihak memberi kelonggaran dan dukungan sepenuhnya supaya guru mendapatkan kesempatan seluas-luasnya.
d)        Rendahnya minat baca.
Dengan cara menyadari tentang pentingnya pengembangan wawasan keilmuan dan pengetahuan serta kemajuan dalam dunia pendidikan sehingga guru bisa memiliki tingkat intelektual yang matang.
e)         Guru seharusnya menyadari bahwa tugasnya yang utama adalah mengajar dalam pengertian menata lingkungan agar terjadi kegiatan belajar pada peserta didik. Berbagai kasus menunjukkan bahwa diantara para guru banyak yang merasa dirinya sudah dapat mengajar dengan baik, meskipun tidak dapat menunjukkan alasan yang mendasari asumsi itu. Asumsi keliru tersebut seringkali menyesatkan dan menurunkan kreatifitas sehingga banyak guru yang suka mengambil jalan pintas dalam pembelajaran baik dalam perencanaan pelaksanaan maupun dalam evaluasi pembelajaran.
f)         Aspek psikologi menunjukkan pada kenyataan bahwa peserta didik yang belajar pada umumnya memiliki taraf perkembangan yang berbeda satu dengan lainnya sehingga menuntut materi yang berbeda pula.
g)        Tidak semua guru memiliki kemampuan untuk memahami peserta didik dengan berbagai keunikannya agar mampu membantu mereka dalam menghadapi kesulitan belajar. Dalam hal ini, guru dituntut memahami berbagai model pembelajaran yang efektif agar dapat membimbing peserta didik secara optimal.
h)        Dalam kaitannya dengan perencanaan, guru dituntut untuk membuat persiapan mengajar yang efektif dan efisien. Namun dalam kenyataannya dalam berbagai alasan, banyak guru mengambil jalan pintas dengan tidak membuat persiapan ketika melakukan pembelajaran, sehingga guru mengajar tanpa persiapan.
i)          Sering terjadi persiapan pembelajaran (Mall Educative). Banyak guru yang memberikan hukuman kepada peserta didik tidak sesuai dengan jenis kesalahan. Dalam pada itu seringkali guru memberikan tugas yang harus dikerjakan peserta didik diluar kelas (pekerjaan rumah) namun jarang sekali guru yang mengoreksi pekerjaan siswa dan mengabaikannya tanpa memberi komentar, kritik, dan saran untuk kemajuan peserta didik. Seharusnya guru menerapkan kedisiplinan secara tepat waktu dan tepat sasaran.
j)          Guru sering mengabaikan perbedaan individu peserta didik. Sebagaimana diketahui bahwa peserta didik memiliki perbedaan individual yang sangat mendasar yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran. Peserta didik memiliki emosi yang sangat variatif dan sering memperlihatkan sejumlah perilaku tampak aneh. Setiap peserta didik memiliki perbedaan yang unik, memiliki kekuatan, kelemahan, minat, dan perhatian yang berbeda-beda. Latar belakang keluarga, latar belakang sosial ekonomi dan lingkungan, membuat peserta didik berbeda dalam aktivitas, inteligensi, dan daya kompetensinya.
Dalam hal ini tidak sesuai dengan apa yang harus menjadi hak dan kewajiban seorang guru, bahwa hak seorang guru adalah:[9]
1)        Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan social;
2)        Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
3)        Memperoleh perlindungan dalam melaksanaan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
4)        Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
5)        Memperoleh dan memanfaatjkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
6)        Memiliki kebebasan dalam penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan dan/sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
7)        Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
8)        Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
9)        Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
10)    Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau
11)    Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.

  1. 2.    Arti Pendidikan dan Pendidikan Islam

Pendidikan Islam menurut Langgulung setidak-tidaknya tercakup al: yaitu al tarbiyah al diniyah (pendidikan keagamaan), ta’lim al din (pengajaran agama), al ta’lim al diny (pengajaran keagamaan), al ta’lim al Islamy (pengajaran keislaman) tarbiyah al muslimin (pendidikan orang-orang islam), al tarbiyah fi al islam (pendidikan dalam islam), al tarbiyah inda al muslimin (pendidikan dikalangan orang-orang islam), dan al tarbiyah al Islamiyah (pendidikan islam).
Didalam konteks pendidikan Islam, pendidikan berarti pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup tersebut harus bernafaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan as Sunnah/al Hadits.
Pandangan yang dikotomis antara aspek kehidupan dunia dan akhirat memandang dengan sebelah mata terhadap pendidikan yang berkaitan dengan agama Islam pendidikan keagamaan dihadapkan dengan pendidikan non keagamaan.
Karena itu pengembangan pendidikan Islam hanya berkisar pada aspek kehidupan ukhrowi yang terpisah dengan kehidupan duniawi, atau aspek kehidupan rohani yang terpisah dengan kehidupan jasmani pendidikan (agama) islam hanya mengurusi persoalan ritual dan spiritual. Sementara kehidupan politik, ekonomi, ilmu pengetahuan teknologi dan sebagainya dianggap sebagai urusan duniawi yang menjadi bidang garap pendidikan umum (non agama) pandangan dikotomis inilah yang menimbulkan dualisme dalam sistem pendidikan. Istilah pendidikan agama dan pendidikan umum atau ilmu agama dan ilmu umum.
Islam memang tidak pernah membedakan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu umum (keduniaan), dan atau tidak berpandangan dikotomis mengenai ilmu pengetahuan. Kalau dalam sistem pendidikan nasional, pendidikan diarahkan untuk mengembangkan manusia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa, maka dalam konteks pendidikan Islam justru harus berusaha lebih dari itu. Dalam arti pendidikan Islam bukan sekedar diarahkan untuk mengembangkan manusia yang beriman dan bertaqwa, tetapi justru berusaha mengembangkan manusia untuk menjadi pimpinan bagi yang bertaqwa. Tujuan akhir pendidikan Islam itu diarahkan pada peningkatan manusia yang menyembah pada Allah dan takut pada-Nya.

  1. 3.      Problema Guru dalam Pendidikan Islam

Dengan dijelaskannya mengenai problema guru dalam pendidikan secara umum maupun pendidikan islam secara khusus di atas, pembahasan dapat ditekankan sebagai berikut:[10]
1.    Tidak semua guru memiliki kepribadian yang matang sesuai dengan profesinya dan berperilaku yang Islami. Seharusnya guru memiliki kepribadian beretika sesuai dengan jabatan keguruannya, karena bagaimanapun seorang guru akan tetap dijadikan uswatun hasanah oleh murid-muridnya.
2.    Tidak semua guru menguasai ilmu pengetahuan atau bidang keahliannya dan wawasan pengembangannya yang bernuansa Islam karena bagaimanapun seorang guru yang akan menginspirasi muridnya kepada ilmu pengetahuan dalam perspektif islam haruslah menguasai ilmu pengetahuan sendiri dan sekaligus mampu memberi nafas keislaman.
3.    Tidak semua guru menguasai keterampilan untuk membangkitkan minat murid kepada ilmu pengetahuan yang bernuansa Islam. Seharusnya sebagai guru berupaya bagaimana membangkitkan minat baca sehingga siswa mudah menerima / mendapatkan wawasan keilmuan.
4.    Tidak semua guru siap untuk mengembangkan profesi yang berkesinambungan agar ilmunya keahliannya selalu baru (Up to date). Karena itu peningkatan study lanjut kegiatan-kegiatan penelitian intensif, diskusi, seminar, pelatihan dan lain-lainnya yang mendukung peningkatan dan pembangunan keahliannya serta mendukung survivenya studi. Seharusnya guru mau meningkatkan study lanjut dan kalau sudah luas ilmunya dia yang seluas-luasnya utamanya yang sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Problematika yang ada pada dunia pendidikan pada umumnya bukanlah permasalahan yang berdiri sendiri, melainkan terkait baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan perkembangan Iptek dan aspek kehidupan-kehidupan yang lain, baik ekonomi, politik, sosial budaya. Berbagai tantangan yang dihadapi dunia pendidikan pada umumnya juga harus dihadapi oleh pendidikan agama sebagai bagian dari proses pendidikan bangsa.
  1. 4.      Solusi

Untuk mengatasi problematika guru di atas, diperlukan kerja sama dari kita semua untuk dapat saling membantu agar guru mampu meneliti, mendapatkan income tambahan dari keprofesionalannya, dan menyulut guru untuk kreatif dalam mengembangkan sendiri media pembelajarannya. Bila semua itu dapat terwujud, maka kualitas pendidikan kitapun akan meningkat.[11]


  
BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Problematika yang ada pada dunia pendidikan pada umumnya bukanlah permasalahan yang berdiri sendiri, melainkan terkait baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan perkembangan Iptek dan aspek kehidupan-kehidupan yang lain, baik ekonomi, politik, sosial budaya. Berbagai tantangan yang dihadapi dunia pendidikan pada umumnya juga harus dihadapi oleh pendidikan agama sebagai bagian dari proses pendidikan bangsa.
Pendidikan Islam pada dasarnya memiliki problem yang sangat komplek baik itu secara internal dan eksternal. Tantangan internal menyangkut sisi pendidikan agama sebagai program pendidikan baik dari segi orientasi pendidikan agama Islam yang kurang tepat, sempitnya pemahaman terhadap esensi ajaran Islam.
Sedangkan tantangan eksternal berupa berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak pada munculnya perubahan sosial, ekonomi, budaya dan kemajemukan masyarakat beragama yang belum siap menerima beda paham.
Berbagai problem pendidikan Islam tersebut sebenarnya dihadapi oleh semua pihak. Namun, sebagai guru yang terkait langsung dengan pelaksanaan pendidikan Islam dituntut harus mampu menjawab dan mengantisipasi berbagai problem sebagai tantangan yang harus diselesaikan dengan baik.
Dan untuk mengantisipasinya perlulah seorang guru memiliki profil yang mampu menampilkan sosok kualitas personal, sosial dalam menjalankan tugasnya.



DARTAR PUSTAKA


          Arifin, Muzayyin. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara. 2003.
                 Baharuddin, Profesi Keguruan, Malang: IKIP Malang.1995
Hasan, M. Ali dan Mukti Ali. Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.2003.
Muhaimin.Paradigma Pendidikan Islam,Jakarta.Rosda.2003.
Rajasa, Sutan.Kamus Ilmiah Populer.Surabaya.Karya Utama Surabaya.2002
http://aadesanjaya.blogspot.com/2010/10/problema-yangdihadapi-guru-pai-dalam.html.pada tanggal 28oktober 2011pukul 10.34
 http://al-ysn.blogspot.com/2011/05/problematika-guru-.html. pada tanggal 29oktober 2001.pukul.14.15
http://www.slideshare.net/srijadi/uu-no-14-2005-guru-dan-dosen.pada tanggal 29 0ktober 2011 pukul 23.11


[1] Sutan Rajasa.Kamus Ilmiah Populer.Surabaya.Karya Utama Surabaya .2002.hlm.499.
[2] Di akses dari.http://aadesanjaya.blogspot.com/2010/10/problema-yang-dihadapi-guru-pai-dalam.html.pada tanggal.28oktober 2011’ pukul 10.34
[3] M. Ali Hasan dan Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003), hlm. 122.
[4]Muhaimin.Paradigma Pendidikan Islam, ( Jakarta.Rosda.2003).hlm163
[5] http://aadesanjaya.blogspot.com/2010/10/problema-yang-dihadapi-guru-pai-dalam.html.pada tanggal.28oktober2011pukul 10.34
[6] Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003), hlm.110-111.
[7] Ibid. hlm.111-113
[8]Baharuddin, Profesi Keguruan, (Malang: IKIP Malang.1995).hlm156.


[9] Undang-undang RepublikIndonesia No14, Tahun 2005 Diakses dari;http://www.slideshare.net/srijadi/uu-no-14-2005-guru-dan-dosen.pada tanggal 29 0ktober 2011 pukul 23.11
[10] Di akses dari;http://al-ysn.blogspot.com/2011/05/problematika-guru-.html. pada tanggal 29oktober 2001.pukul.14.15
[11] M. Ali Hasan dan Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003), hlm. 225.

KOMPONEN DALAM PENDIDIKAN ISLAM



PENDAHULUAN

 

1.1.      LATAR BELAKANG
Dalam dunia keilmuan Islam, pendidikan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia, karena dengan pendidikanlah manusia akan bisa eksis dan berjaya di muka bumi ini.  Sebagai suatu system, pendidikan memiliki sejumlah komponen yang saling berkaitan antara yang satu dan lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Oemar Hamalik pembelajaran sebagai suatu sistem artinya suatu keseluruhan dari komponen-komponen yang berinteraksi dan berinterelasi antara satu sama lain dan dengan keseluruhan itu sendiri untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Ada banyak komponen di dalam Pendidikan Agama Islam. Selanjutnya, dari sekian banyaknya komponen-komponen pendidikan tersebut, satu  sama lain haruslah saling mendukung, terutama dalam mengatasi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan Agama islam itu sendiri.


1.2.      RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1.  Apa pengertian Pendidikan Agama Islam?
2.   Apa saja macam-macam komponen dalam Pendidikan Islam?

1.3.      TUJUAN PEMBAHASAN
1.  Untuk mengetahui pengertian Pendidikan Agama Islam
2.  Untuk mengetahui macam-macam komponen dalam Pendidikan Islam..







PEMBAHASAN

KOMPONEN DALAM PENDIDIKAN ISLAM


2.1.      PENGERTIAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Untuk mengetahui pendidikan lebih jelas, maka kita uraikan terlebih dahulu definisi pendidikan secara umum. Dalam Dictionary of Education dijelaskan bahwa pendidikan adalah:
a. Proses di mana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah lainnya dalam masyarakat di mana dia hidup.
b. Suatu proses sosial di mana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol, sehingga seseorang dapat memperoleh dan mengalami perkembangan kemampuan individual dan sosial secara optimal.[1]  
 Pengertian pendidikan menurut para ahli
a.    Langeveled
Pendidikan adalah usaha, pengaruh dan perlindungan yang diberikan kepada anak tertuju pada pendewasaan anak supaya cakap di dalam melaksanakan tugas hidupnya.
b.    J.J. Rousseau
Pendidikan adalah memberi kita pembekalan uang tidak ada pada masa anak-anak, akan tetapi dibutuhkan pada waktu dewasa.
c.    Ki Hajar Dewantara
Pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak agar mereka sehingga anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
d.    Dwikara
 Pendidikan adalah pemanusiaan manusia/mengangkat manusia ke taraf insani.[2]

·      Pengertian pendidikan menurut UU
UU Sisdiknas tahun 1989 Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan bagi peranannya di masa akan datang.
UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya untuk masyarakat, bangsa, bangsa dan negara.[3]
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu upaya atau proses mempercepat perkembangan manusia untuk kemampuan mengemban tugas dan beban hidup, sebagai kodrat manusia yang memiliki pikiran, yakni manusia yang dapat terdidik dan mendidik.
·      Pengertian Pendidikan Islam
H. Haidar Putar Daulay Pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmani maupun rohani.
Marimba Pendidikan Islam adalah adalah bimbingan jasmani-rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam, menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.[4]
Dari pengertian pendidikan maupun pendidikan Islam di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pendidian Islam adalah usaha sadar untuk mengarahkan peserta didik menjadi pribadi muslim yang kamil dan berasaskan Islam. Pendidikan Islam merupakan hal yang terintegrasi dan tak dapat dipisahkan dari ajaran Islam itu sendiri. Konsep ilmu dalam Islam sebagai salah satu unsur pendidikan hendaknya mengacu kepada lingkungan dan kebutuhan masyarakat . Karena itu harus bersifat applicable. Hal ini dapat dilacak dari beragamnya pengetahuan yang diberikan Allah kepada para nabi dan umat mereka, misalnya, Nabi Nuh (as) mendapatkan pengetahuan tentang pembuatan bahtera (surat Hud, 11:37), Nabi Daud diberi pengetahuan tentang pembuatan baju besi (surat al-Anbiya’, 21:80), umat Nabi Shaleh memiliki keahlian memahat gunung untuk dijadikan tempat tinggal (surat al-Hijr, 15:82).

2.2.            KOMPONEN DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Komponen merupakan bagian dari suatu sistem yang meiliki peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan sistem. Komponen pendidikan berarti bagian-bagian dari sistem proses pendidikan, yang menentukan berhasil dan tidaknya atau ada dan tidaknya proses pendidikan. Bahkan dapat dikatakan bahwa untuk berlangsungnya proses kerja pendidikan diperlukan keberadaan komponen-komponen tersebut[5]
Proses pendidikan melibatkan banyak hal yaitu ;
a.    Ke arah mana bimbingan diberikan (Tujuan Pendidikan)
b.    Subyek yang dibimbing ( Peserta didik)
c.    Orang yang membimbing (Pendidik)
d.   Pengaruh yang diberikan dalam pendidikan (Materi Pendidikan)
e.    konteks yang memepengaruhi suasana pendidikan ( Lingkungan, Alat, dan Metode).[6]

1.    Tujuan Pendidikan
Sebagai ilmu pengetahuan praktis, tugas pendidikan dan atau pendidik maupun guru ialah menanamkam sistem-sistem norma tingkah-laku perbuatan yang didasarkan kepada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan dan pendidik dalam suatu masyarakat.[7]
Adapun tujuan pendidikan Islam itu sendiri identik dengan tujuan Islam sendiri. Tujuan pendidikan Islam adalah memebentuk manusia yang berpribadi muslim kamil serta berdasarkan ajaran Islam. Hal ini dapat dilihat dalam firman Allah yang berbunyi.[8]

يَـآءَيُّها الَّـذِ ينَ امَنُوا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkandalam keadaan beragama Islam. [QS. Ali Imran ayat 102].
Ahmadi, et.all, mengatakan Tujuan pendidikan adalah agar anak didik dapat mewujudkan atau menikmati nilai-nilai hidup tersebut, memiliki kekayaan harta menghayati keindahan / kesenian, pengetahuan luas, berwatak sosial, berperan dalam bidang kekuasaan dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (1985: 101).[9]
Mengenai tujuan pendidikan, menurut Klaus Mollenhaver yang memunculkan “Teori Interaksi” menyatakan bahwa “di dalam pendidikan itu selalu ada (dijumpai) mengenai masalah tujuan pendidikan”
2.    Peserta Didik
Sehubungan dengan persoalan anak didik disekolah Amstrong 1981 mengemukakan beberapa persoalan anak didik yang harus dipertimbangkan dalam pendidikan. Persoalan tersebut mencakup apakah latar belakang budaya masyarakat peserta didik ? bagaimanakah tingkat kemampuan anak didik ? hambatan-hambatan apakah yang dirasakan oleh anak didik disekolah ? dan bagaimanakah penguasaan bahasa anak di sekolah ?
Berdasarkan persoalan tersebut perlu diciptakan pendidikan yang memperhatikan perbedaan individual, perhatian khusus pada anak yang memiliki kelainan, dan penanaman sikap dan tangggung jawab pada anak dididk.[10]

Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik ialah :[11]
a) Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang unik. Maksudnya, anak sejak lahir telah memiliki potensi-potensi yang ingin dikembangkan dan diaktualisasikan. Untuk mengaktualisasikan membutuhkan bantuan dan bimbingan.
b)  Individu yang sedang berkembang, maksudnya perubahan yang terjadi dalam diri peserta didik secara wajar, baik ditujukan kepada diri sendiri maupun kearah penyesuaian lingkungan.
c)    Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi. Maksudnya, dalam proses perkembangannya peserta didik membutuhkan bantuan dan bimbingan. Bayi yang baru lahir secara badani dan hayati tidak terlepas dari ibunya seharusnya setelah ia tumbuh berkembang menjadi dewasa ia sudah dapat hidup sendiri. Tetapi kenyataannya untuk kebutuhan perkembangan hidupnya, ia masih menggantungkan diri sepenuhnya kepada orang dewasa, sepanjang ia belum dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa pada diri peserta didik ada dua hal yang menggejala ;
1)  Keadaannya yang tidak berdaya menyebabkan ia membutuhkan bantuan. Hal ini menimbulkan kewajiban orang tua untuk membantunya.
2)   Adanya kemampuan untuk mengembangkan dirinya, hal ini membutuhkan bimbingan. Orang tua berkewajiban untuk membimbingnya. Agar bantuan dan bimbingan itu mencapai hasil maka harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak.
d)     Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri. Maksudnya dalam perkembangan peserta didik ia mempunyai kemampuan untuk berkembang kearah kedewasaan. Pada diri anak ada kecenderungan untuk memerdekakan diri. Hal ini menimbulkan kewajiban pendidik dan orang tua ( si pendidik) untuk setapak demi setapak memberikan kebebasan dan pada akhirnya mengundurkan diri. Jadi, pendidik tidak boleh memaksakan agar peserta didik berbuat menurut pola yang dikehendaki pendidik. Ini dimaksud agar peserta didik memperoleh kesempatan memerdekakan diri dan bertanggung jawab sesuai dengan kepribadiannya sendiri dan bertanggung jawab sendiri.

3.    Pendidik
Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah pendidik. Terdapat beberapa jenis pendidik dalam konsep pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak terbatas pada pendidikan sekolah saja. Guru sebagai pendidik dalam lembaga sekolah, orang tua sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga, dan pimpinan masyarakat baik formal maupun informal sebagai pendidik dilingkungan masyarakat.[12]
Pendidik adalah unsur manusiawi dalam pendidikan, pendidik atau guru adalah figur manusia sumber yang menempati posisi memegang peranan penting dalam Pendidikan, ketika semua orang mempersoalkan masalah dunia pendidikan, figur guru mesti terlibat dalam agenda pembicaraan terutama yang menyangkut persoalan pendidikan formal di sekolah (Djamarah, 2000 : 1).[13]
Sehubungan dengan hal tersebut diatas Syaifullah (1982) mendasarkan pada konsep pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang termasuk kategori pendidik adalah 1) orang dewasa, 2) orang tua, 3) guru/pendidik, dan 4) pemimpin kemasyarakatan, dan pemimpin keagamaan.[14]
                                  i.     Orang Dewasa
Orang dewasa sebagai pendidik dilandasi oleh sifat umum kepribadian orang dewasa , yakni: (1) manusia yang memiliki pandangan hidup prinsip hidup yang pasti dan tetap, (2) manusia yang telah memiliki tujuan hidup atau cita-cita hidup tertentu, termasuk cita-cita untuk mendidik, (3) manusia yang cakap mengambil keputusan batin sendiri atau perbuatannya sendiri dan yang akan dipertanggungjawabkan sendiri, (4) manusia yang telah cakap menjadi anggota masyarakat secara konstruktif dan aktif penuh inisiatif, (5) manusia yang telah mencapai umur kronologs paling rendah 18 th, (6) manusia berbudi luhur dan berbadan sehat, (7) manusia yang berani dan cakap hidup berkeluarga, dan (8) manusia yang berkepribadian yang utuh dan bulat.
                                ii.     Orang Tua
Kedudukan orang tua sebgai pendidik, merupakan pendidik yang kodrati dalam lingkungan keluarga. Artinya orang tua sebagai pedidik utama dan yang pertama dan berlandaskan pada hubungan cinta-kasih bagi keluarga atau anak yang lahir di lingkungan keluarga mereka.
                              iii.     Guru/Pendidik di Sekolah
Guru sebagai pendidik disekolah yang secara lagsung maupun tidak langsung mendapat tugas dari orang tua atau masyarakat untuk melaksanakan pendidikan. Karena itu kedudukan guru sebagai pendidik dituntut memenuhi persyaratan-persyaratan baik persyaratan pribadi maupun persyaratan jabatan. Persyaratan pribadi didasrkan pada ketentuan yang terkait dengan nilai dari tingkah laku yang dianut, kemampuan intelektual, sikap dan emosional. Persyaratan jabatan (profesi) terkait dengan pengetahuan yang dimiliki baik yang berhubungan dengan pesan yangingin disampaikan maupun cara penyampainannya, dan memiliki filsafat pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan.
                              iv.     Pemimpin Masyarakat dan Pemimpin Keagamaan
Selain orang dewasa, orang uta dan guru, pemimpin masyarakat dan pemimpin keagamaan merupakan pendidik juga. Peran pemimpin masyarakat menjadi pendidik didasarkan pada aktifitas pemimpin dalam mengadakan pembinaan atau bimbingan kepada anggota yang dipimpin. Pemimpin keagaam sebagai pendidik, tampak pada aktifitas pembinaan atau pengembangan sifat kerokhanian manusia, yang didasarkan pada nilai-nilai keagamaan.

4.    Materi/Isi Pendidikan
Isi pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan perlu disampaikan kepada peserta didik isi/bahan yang biasanya disebut kurikulum dalam pendidikan formal. Isi pendidikan berkaitan dengan tujuan pendidikan, dan berkaitan dengan manusia ideal yang dicita-citakan.
Untuk mencapai manusia yang ideal yang berkembang keseluruhan sosial, susila dan individu sebagai hakikat manusia perlu diisi dengan bahan pendidikan. Macam-macam isi pendidikan tersebut terdiri dari pendidikan agama. pendidikan moril, pendidikan estetis, pendidikan sosial, pendidikan civic, pendidikan intelektual, pendidikan keterampilan dan peindidikan jasmani.[15]
Dalam sistem pendidikan persekolahan, materi telah diramu dalam kurikulum yang akan disajikan sebagai sarana pencapaian tujuan. Materi ini meliputi materi inti maupun materi local, materi inti bersifat nasional yang mengandung misi pengendalian dan persatuan bangsa. Sedangkan muatan lokal misinya adalah mengembangkan kebinekaan kekayaan budaya sesuai dengan kondisi lingkungan. Dengan demikian jiwa dan semangat Bhinneka Tunggal Ika dapat ditumbuh kembangkan.[16]

5.    Konteks yang Memepengaruhi Suasana Pendidikan
Lingkungan
Lingkungan pendidikan meliputi segala segi kehidupan atau kebudayaan. Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak membatasi pendidikan pada sekolah saja. Lingkungan pendidikan dapat dikelompokkan berdasarkan lingkungan kebudayaan yang terdiri dari lingkungan kurtural ideologis, lingkungan sosial politis, lingkungan sosial.
Lingkungan pendidikan biasanya disebut dengan tri pusat pendidikan pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat.
a.    Pendidikan keluarga
Pada mulanya keluargalah yang terutama berperan baik pada pendidikan anak, aspek kebuadayaan, maupun penguasaan pengetahuan dan ketrampilan.
b.    Pendidikan Sekolah
Dengan meningkatnya kebutuhandan aspirasi anak, maka keluarga pada umumnya tidak mampu memenuhinya . oleh karena itu, sebagian dari tujuan pendidikan itu akan dicapai melalui jalur pendidikan sekolah.
c.    Pendidikan Masyarakat.
Fungsi pendidikan sebagai pusat pendidikan sangat tergantung pada taraf perkembangan dari masyarakat itu beserta sumber-sumber belajar yang tersedia di dalamnya.[17]
Sarana/Alat dan Metode
Sarana atau media pendidikan berguna untuk membantu dalam proses pendidikan sehingga sesuai dengan apa yang diharapkan. Metode dimaksudkan sebagai jalan dalam sebuah transfer nilai pendidikan oleh pendidik kepada peserta didik. Oleh karena itu pemakaian metode dalam pendidikan Islam mutlak dibutuhkan.
Sarana/Alat melihat jenisnya sedangkan metode melihat efisiensi dan efektivitasnya. alat dan metode diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat pendidikan dibedakan atas yang preventif dan yang kuratif.
1)   Yang bersifat preventif, yaitu yang bermaksud mencegah terjadinya hal-hal yang tidak dikehendaki misalnya larangan, pembatasan, peringatan bahkan juga hukuman.
2)   Yang bersifat kuratif, yaitu yang bermaksud memperbaiki, misalnya ajakan contoh,nasihat, dorongan, pemberian kepercayaan, saran, penjelasan, bahkan juga hukuman.
3)   Untuk memilih dan menggunakan alat pendidikan yang efektif ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu ;
-       Kesesuaiannya dengan tujuan yang ingin dicapai
-       Kesesuaiannya dengan peserta didik. [18]
Demikianlah komponen- komponen dalam Pendidikan Agama Islam, keseluruhan komponen-komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dalam proses pendidikan Islam yang bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan.



DARTAR PUSTAKA


  • Abudin Nata, 2001, Paradigma Pendidikan Islam : Kapita Selekta Pendidikan Islam, PT Gramedia, Jakarta.
  • Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. 2001.lmu Pendidikan.jakarta.PT.Rineka Cipta
  • Nur Uhbiyati. 1998.  Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia.
  • Udin Syaefudin dan Abin Syamsudin Makmun. 2005. Perencanaan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
  • Pidarta, Made. 2000. Landasan Kependidikan. Jakarta: aneka Cipta.
  • _________.2003. Dasar Konsep Pendidikan Moral. Bandung.Alfa Beta
  • http://m-arif-am.blogspot.com/2010/10/unsur-unsur-pendidikan.html.



[1] Udin Syaefudin dan Abin Syamsudin Makmun. 2005. Perencanaan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. hlm.13.
[2]Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. 2001.lmu Pendidikan.jakarta.PT.Rineka Cipta.hlm.69.
[3] Dasar Konsep Pendidikan Moral. Bandung.Alfa Beta hal.1.
[4] Nur Uhbiyati.1998.pendidikan Agama Islam.Bandung. CV.Pustaka Setia. Hlm.42.
[5] Udin Syaefudin dan Abin Syamsudin Makmun. 2005. Perencanaan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. hlm.51.
[6] http://m-arif-am.blogspot.com/2010/10/unsur-unsur-pendidikan.html
[7]Pidarta, Made. 2000. Landasan Kependidikan. Jakarta: aneka Cipta.hlm.98.  
[8] Abudin Nata, Paradigma Pendidikan Islam : Kapita Selekta Pendidikan Islam, PT Gramedia, Jakarta.13.
[9] http://m-arif-am.blogspot.com/2010/10/unsur-unsur-pendidikan.html
[10] Pidarta, Made. 2000. Landasan Kependidikan. Jakarta: aneka Cipta.hlm39-40.
[11]http://m-arif-am.blogspot.com/2010/10/unsur-unsur-pendidikan.html.
[12] Abudin Nata, Paradigma Pendidikan Islam : Kapita Selekta Pendidikan Islam, PT Gramedia, Jakarta.hlm18.
[13] http://m-arif-am.blogspot.com/2010/10/unsur-unsur-pendidikan.html.
[14] Nur Uhbiyati.1998.pendidikan Agama Islam.Bandung. CV.Pustaka Setia. Hlm.51-52
[15] Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. 2001.lmu Pendidikan.jakarta.PT.Rineka Cipta.hlm.43.
[16] http://m-arif-am.blogspot.com/2010/10/unsur-unsur-pendidikan.html.
[17] Ibid.
[18] Ibid.