Profil Habib Syech Abdul Qodir As-segaf


اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهٌ.

Habib Syech bin Abdulqadir Assegaf adalah salah satu putra dari 16 bersaudara putra-putri Alm.Al-Habib Abdulkadir bin Abdurrahman Assegaf (tokoh alim dan imam Masjid Jami' Asegaf di Pasar Kliwon Solo), berawal dari pendidikan yang diberikan oleh guru besarnya yang sekaligus ayah handa tercinta, Habib Syech mendalami ajaran agama dan Ahlaq leluhurnya. Berlanjut sambung pendidikan tersebut oleh paman beliau Alm. Habib Ahmad bin Abdurrahman Assegaf yang datang dari Hadramaout. Habib Syech juga mendapat pendidikan, dukungan penuh dan perhatian dari Alm. Al-Imam, Al-Arifbillah, Al-Habib Muhammad Anis bin Alwiy Al-Habsyi (Imam Masjid Riyadh dan pemegang magom Al-Habsyi). Berkat segala bimbingan, nasehat, serta kesabaranya, Habib Syech bin Abdulkadir Assegaf menapaki hari untuk senantiasa melakukan syiar cinta Rosull yang diawali dari Kota Solo. Waktu demi waktu berjalan mengiringi syiar cinta Rosullnya, tanpa di sadari banyak umat yang tertarik dan mengikuti majelisnya, hingga saat ini telah ada ribuan jama'ah yang tergabung dalam Ahbabul Musthofa. Mereka mengikuti dan mendalami tetang pentingnya Cinta kepada Rosull SAW dalam kehidupan ini.

Ahbabul Musthofa adalah salah satu dari beberapa majelis yang ada untuk mempermudah umat dalam memahami dan mentauladani Rosull SAW, berdiri sekitar Tahun1998 di kota Solo, tepatnya Kampung Mertodranan, berawal dari majelis Rotibul Haddad dan Burdah serta maulid Simthut Duror Habib Syech bin Abdulkadir Assegaf memulai langkahnya untuk mengajak ummat dan dirinya dalam membesarkan rasa cinta kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW .

Nama Habib Syekh bin Abdul qadir Asseggaf sebagai pendakwah, boleh jadi belum dikenal secara luas di masyarakat. Namun di kalangan jamaah majelis shalawat atau kegiatan Maulidan, Beliau cukup dikenal. Terutama karena tokoh yang satu ini memiliki suara yang sangat merdu.

Selain itu beliau juga mencipta sendiri lagu qashidah yang nada dan iramanya dapat diterima telinga masyarakat, baik masyarakat yang akrab dengan kegiatan majelis shalawat maupun masyarakat awam.

Dengan suara yang merdu ini, habib yang satu ini berhasil memikat kalangan muda sehingga mereka menyukai qashidah dengan syair-syair yang seluruhnya bersumber dari kitab Simthud Durar tersebut. Tidak jarang pula kemudian kalangan muda ikut bergabung dalam majelis shalawat yang sudah ada.

Sebenarnya syair-syair qashidah yang dibawakan beliau bukanlah syair puji-pujian yang baru, namun Habib Syekh berhasil membentuk dan mengemas irama pembacaan maulid Tradisional menjadi lebih indah dan menggoda telinga yang mendengarnya.

Selain itu, Habib Syekh bin Abdul qadir Asseggaf ini juga suka berbagi dan memberi, meski dia sendiri terkadang dalam kekurangan. Bahkan ketika mengawali dakwahnya ke pelosok-pelosok, ia membawa nasi bungkus, untuk dibagi-bagikan kepada jamaah.

Dengan Kereta Angin

Perjalanan hidup Habib kelahiran Solo, 20 September 1961, ini cukup berliku. Beliau pernah jaya sebagai pedagang tapi kemudian bangkrut. Di saat sulit itu, Habib Syekh melakukan dakwah menggunakan kereta angin ke pelosok-pelosok untuk melaksanakan tugas dari sang guru, almarhum Habib Anis bin Alwi Alhabsyi, imam masjid Riyadh Gurawan Solo.

Pada saat itu Habib Syekh bin Abdul qadir Asseggaf juga sering diejek sebagai orang yang tidak punya pekerjaan dan habib jadi-jadian. Namun Habib Syekh tidak pernah marah atau mendendam kepada orang yang mengejeknya. Justru sebaliknya, beliau tetap tersenyum dan memberi sesuatu kepada orang tersebut.

Terkadang Habib Syekh bin Abdul qadir Asseggaf rutin memberikan ta’lim di Kebagusan, sedangkan dakwah rutinnya di kota Solo dan kota kota di jawa tengah. 

Semoga beliau selalu diberi kesehatan dan umur panjang....
"SHOLLU 'ALAN-NABI MUHAMMAD"

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ.


Sumber: Majalah Kisah Islam AlKisah No.18/25 Agustus-7 September 2008 HABIB SYEKH BIN ABDUL QODIR ASSEGGAF

Artikel Thanks to: http://ahbabulmusthofasolo.blogspot.com & SYEKHER MANIA CLUB (PECINTA HABIB SYEKH BIN AA)

HAKEKAT PEMBELAJARAN PESANTREN SALAF


اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهٌ.

Ada cibiran terhadap pesantren salaf. Antara lain, menganggap pesantren salaf sebagai lembaga pendidikan kuno, belajar di pesantren membuat masa depan suram karena ijazahnya tidak laku di bursa kerja, dan sebagainya. Benarkah demikian?

Menurut saya, yang berpendapat demikian itu jelas salah paham, bahkan ngawur. Saya yakin, mereka itu tidak tahu secara menyeluruh tentang dunia pesantren. Mungkin mereka hanya melihat oknum santri yang berperilaku menyimpang dari tradisi pesantren. Akhirnya, mereka menggebyah uyah pesantren dengan cibiran seperti itu. Tulisan ini ingin membuktikan sebaliknya. Ternyata pembelajaran di pesantren salaf memiliki keunggulan dibanding lembaga pendidikan formal. Berikut pemaparan keunggulan pesantren salaf yang dimaksud.

Unggul istiqamah

Keunggulan pertama dari pesantren salaf adalah istiqamah. Santri yang sedang menimba ilmu di pesantren salaf benar-benar dituntut keajegannya hadir di sekolah diniyah. Santri ditoleransi tidak masuk tanpa izin 20 kali saja setahun. Jika setahun maksimal 366 hari dan hari efektif belajar 300 hari setelah dikurangi hari libur, maka persentasi santri ditoleransi membolos maksimal hanya 6,67%. Angka ini dari hitungan 20 : 300 X 100%.

Persentasi ini sangat jauh dengan pendidikan formal di luar pesantren. Contohnya, ketika saya dalam dunia perkuliahan saat ini, tolerasi membolos itu diberikan sampai sebesar 20%. Kalau dibandingkan kedua persentasi di atas, maka diperoleh angka 6,67% : 20% atau setara dengan 1 : 3. Sungguh, suatu nilai perbandingan yang sangat menyolok.

Itu belum seberapa. Kalau dibandingkan selisih jumlah hari membolos, tentu akan lebih besar jumlahnya. Tiap tahun, santri di pesantren salaf hanya diberi toleransi membolos sebanyak 20 hari. Berarti, mereka harus masuk per tahun sebanyak 280 hari (300 – 20 atau hari efektif dikurangi hari toleransi membolos). Bandingkan dengan mahasiswa. Toleransi membolos 20% X 300 hari efektif = 60 hari. Berarti mereka setahun hanya masuk 240 (300 – 60) hari. Maka, total selisih hari efektif 280 – 240 = 40 hari. Analisis tadi membuktikan, pesantren unggul dari kuantitas wajib hadir dalam menuntut ilmu di kelas.

Unggul adab

Dunia pesantren sejak dulu dikenal sebagai lembaga pendidikan yang sangat kental dengan adab, sopan santun, tawadu’, dan akhlaaqul kariimah lainnya. Tata pergaulan inilah yang membuat pesantren disegani masyarakat. Dengan bekal akhlak yang mulia itu, tamatan pesantren mudah diterima di masyarakat. Dakwahnya mudah menembus ke tengah-tengah masyarakat dari kelompok apapun dan dari wilayah mana pun.

Keadaan ini tidak mengherankan karena pesantren sudah lekat dengan adab. Misalnya, mulai belajar diawali dengan berdoa, baik untuk dirinya, guru-guru, bahkan pengarang kitab yang sedang dipelajari. Selesai mengaji, santri dibiasakan mencium kitab sebagai tanda cinta pada ilmu di dalamnya. Bahkan, kalau melangkahi kitab atau buku catatan, santri langsung mengambil dan menciumnya sebagai tanda penyesalan.

Itu baru terhadap kitab dan buku catatan. Terhadap guru, santri pun dituntut taat, takdim, dan hormat. Mereka berkeyakinan, ilmu yang sedang mereka timba di pesantren bisa berhasil dengan baik jika guru meridainya. Itu tidak bisa dicapai bila santri berbuat yang tidak sopan dan tingkah tercela lainnya terhadap guru. Rida guru itu kunci keberhasilan santri dalam menuntut ilmu di pesantren.

Situasi itu sangat kontras dengan pendidikan di luar pesantren. Misalnya, oknum siswa dan mahasiswa meremehkan dan melecehkan buku pelajaran. Mereka menekuk catatan kuliah dan meletakkannya di saku celana belakang. Betapa su’ul adab tingkah laku mereka terhadap ilmu.

Kebiasaan tidak menghargai ilmu, juga cenderung merembet pada tindakan meremehkan guru. Mereka menganggap guru sama dengan teman. Rasa hormatnya luntur dan memudar. Bahkan, tidak jarang mereka menantang sang guru berkelahi. Na’uudzubillaah!

Ini semua membuktikan, pesantren lebih unggul adab bersopan santun, beretika, dan bermoral dalam menuntut ilmu dibanding dengan lembaga pendidikan lainnya.

Unggul berkah

Dengan berbekal keunggulan istiqamah dan adab seperti diuraikan di atas, maka muncullah keunggulan berikutnya, yaitu unggul keberkahan ilmu. Artinya, ilmu yang diperoleh santri selama mondok di pesantren salaf lebih bermanfaat, bermakna, dan langgeng.

Keberkahan ini muncul dari penghargaan proses belajar yang diterapkan pesantren salaf. Selama santri menimba ilmu, selalu dibimbing, dihargai keaktifannya, ditakzir kemalasannya, dan lain-lain. Jadi, santri benar-benar mendapat pengamatan yang cermat selama proses belajar mengajar di pesantren. Penilaian santri pun tidak hanya ditentukan dari kepandaian, tapi juga akhlaknya terhadap pengasuh pesantren, guru, maupun sesama santri. Penghargaan proses inilah yang akhirnya berbuah berkah dalam ilmunya.

Sejarah sudah banyak menorehkan tintanya atas kesuksesan santri di berbagai bidang. Misalnya, Gus Mus (K.H. Musthofa Bisri) Rembang yang tidak hanya sukses sebagai dai, tapi juga sastrawan yang disegani. Dr. K.H. Said Aqil Siradj juga sukses di bidang keilmuannya, bahkan sekarang dipercaya menjadi Ketua Umum Tanfidz PBNU, sebuah organisasi agama Islam terbesar di dunia. Bahkan, Gus Dur (K.H. Abdurrrahman Wachid) almarhum sukses menjadi orang nomor satu di Republik ini.

Itulah beberapa keunggulan pesantren salaf yang selama ini, menurut saya, belum banyak diketahui. Akibatnya, sebagian masyarakat menganggap pesantren itu kolot, kuno, stagnan, dan stigma negatif lain. Padahal, justru dari pesantrenlah banyak dilahirkan manusia berkualitas sekaligus berintegritas ilmu, akhlak, maupun agamanya.

Semoga sekelumit tulisan ini dapat bermanfaat, dan menghilangkan kesalahfahaman kita terhadap dunia pesantren.

وَاَخِيْرًا اَطْلُبُ مِنْكُمْ اَلْعَفْوَ اِنْ وَجَدْتُمْ مِنِّى اَلْخَطَآتِ وَاَقُوْلُ لَكُمْ :
 وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ.