PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berbicara tentang pendidikan, kita tidak bisa melupakan
sosok seorang guru. Seperti yang kita
ketahui bahwa guru memiliki peran
yang sangat penting dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.
Keberhasilan proses belajar mengajar di kelas
sebagian besar tergantung pada guru, karena guru dapat menciptakan situasi belajar yang
menyenangkan atau membosankan. Guru juga menjadi fasilitator yang membawa siswa untuk terlibat dalam proses
belajar aktif. Di sisi lain, ada banyak masalah mungkin dihadapi oleh guru
dalam mensukseskan proses belajar mengajar. Selanjutnya, pendidikan Islam tampaknya
menghadapi masalah yang lebih
rumit karena memiliki peran yang lebih penting untuk menjadi pedoman dalam
kehidupan manusia. Guru, terutama guru dari lembaga pendidikan Islam harus
menjadi guru yang berkualifikasi dilengkapi dengan kompetensi akademis,
pribadi, dan sosial.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas, dapat ditarik rumusan sebagai
berikut:
1.
Apa pengertian problematika guru/guru PAI?
2.
Bagaimanakah model penelitian tentang problema guru?
3.
Apa saja
problematika guru dalam pendidikan islam (PAI) di Indonesia?
C. TUJUAN PEMBAHASAN
1.
Untuk mengetahui pengertian problematika guru PAI
2.
Untuk mengetahui model penelitian guru PAI
3.
Untuk mengetahui problematika guru dalam PAI di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Problematika Guru/Guru PAI
1.
Problematika
Istilah
problema/problematika berasal dari bahasa Inggris yaitu "problematic"
yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, problema
berarti hal yang belum dapat dipecahkan; yang menimbulkan masalah; permasalahan;
situasi yang dapat didefinisi sebagai suatu kesulitan yang perlu dipecahkan,
diatasi atau disesuaikan.[1]
Menurut
Endang Porwanti (1994 : 20) menyatakan bahwa "problema/problematika adalah
suatu kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang diharapkan dapat menyelesaikan
atau dapat diperlukan atau dengan kata lain dapat mengurangi kesenjangan
itu."
Jadi,
problema adalah berbagai persoalan-persoalan sulit yang dihadapi dalam proses
pembelajaran, baik yang datang dari individu guru (faktor eksternal) maupun
dalam proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah (faktor intern).[2]
2.
Guru/Guru PAI
Dalam pengertian yang
sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak
didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan
pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti dilembaga pendidikan formal,
tetapi bisa juga di masjid, di surau/mushalla, dirumah, dan sebagainya.[3]
Guru merupakan jabatan atau profesi yang
memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Sedangkan yang dimaksud dengan guru
agama adalah "orang dewasa yang bertanggung jawab terhadap perkembangan
anak didik dengan memberikan pertolongan terhadap mereka dalam perkembangan
jasmani dan rohaninya agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri
dan memenuhi tugasnya sebagai hamba atau khalifah Allah maupun sebagai makhluk
sosial serta makhluk individu yang mandiri".[4]
Pendidikan
agama adalah usaha-usaha secara sistematis dan progmatis dalam membantu anak
didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam. (Zuhairini, 1983 : 27).
Berdasarkan
definisi diatas, dapat difahami bahwa guru pendidikan agama islam adalah orang
dewasa yang memiliki keahlian dalam ilmu keguruan yang bertugas untuk mendidik
dan mengajar anak hingga memperoleh kedewasaan baik jasmani maupun rohani yang
pada akhirnya anak didik tersebut mampu menjalankan tugasnya sebagai
khalifah Allah SWT, serta mampu berinteraksi sosial di tengah-tengah kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Oleh karena itu, guru merupakan salah satu
komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam
usaha pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang potensial di bidang
pembangunan. (Sardiman, 2007 : 125).[5]
Jadi
problematika guru dalam pendidikan agama islam adalah persoalan-persoalan sulit
yang dihadapi dalam proses pembelajaran oleh guru yang bertugas untuk mendidik
dan mengajar anak didik hingga memperoleh kedewasaan baik jasmani maupun rohani
dalam pendidikan agama islam.
B. Model Penelitian Tentang Problema Guru
Dalam hubungannya
dengan usaha memecahkan problema guru, Himpunan Pendidikan Nasional (National Education Association) di
Amerika Serikat pernah melakukan penelitian tentang hal tersebut secara
nasional sejak tahun 1968 yang lalu sebagai berikut:[6]
1.
Prosedur
Pengumpulan data
dilakukan oleh bagian penelitian, N. E. A (National Education Association)
melalui survey pendapat umum guru (Opinion Survey) 1968 di kalangan guru-guru
sekolah negeri yang dijadikan samel secara nasional.
Kuesioner yang dibuat terdiri dari 17
macam pertanyaan tentang problema guru yang dipandang potensional. Responden
diminta untuk menunjukkan bagi masing-masing guru mana suatu problema pokok dan
tidak sama sekali bukan problema di lingkungan sekolah masing-masing. Kemudian
data yang terkumpul dari kuesioner itu dijadikan landasan analisis.
2.
Hasil yang diperoleh
Mereka mendapat 5
aspek pokok yang menyangkut kondisi dan kompensasi tugas mengajar guru yang
dipandang sebagai problema major -+ 25% dari responden dan -+ 40% responden
yang menganggapnya sebagai problema minor. Ini menempatkan sejumlah guru yang
mempunyai problema dalam aspek-aspek tersebut dalam kedudukan antara 65-75%.
Adapun 5 Aspek
pokok tersebut menyangkut hal-hal sebagai berikut:
a.
Sedikitnya waktu untuk istirahat dan untuk persiapan
pada waktu dinas di sekolah.
b.
Ukuran kelas yang terlalu besar.
c.
Kurangnya bantuan administrative.
d.
Gaji yang kurang memadai.
e.
Kurangnya bantuan kesejahteraan.
Adapun aspek yang berbeda pada ranking kedua adalah
hal-hal yang berhubungan dengan aspek-aspek yang lebih khusus tentang kegiatan
sekolah, antara lain:[7]
1)
Bantuan yang memadai dari guru-guru khusus.
2)
Tidak adanya bantuan masyarakat kepada sekolah.
3)
Pengelompokan murid yang kurang efektif dalam
kelas-kelas.
4)
Rapat-rapat guru yang tidak efektif.
Ada 3 aspek yang memperoleh persentase paling rendah
dalam deretan daftar problema major, yaitu:
a.
Perkumpulan guru-guru local yang tidak efektif.
b.
Kurangnya kesempatan untuk mengembangkan profesi, dan
c.
Sikap negative rekan-rekan pengajar terhadap tugas
mengajar.
Hasil-hasil penelitian ini mempunyai arti penting
bagi para administrator kependidikan di Negara kita yang sedang berkembang ini.
Bahkan di Negara maju seperti Amerika Serikat saja masih terdapat keluhan di
kalangan guru-guru sekolah negeri. Masalah di bidang pengajaran yang belum
mencukupi kebutuhan hidup dan lain sebagainya yang tercermin dalam penelitian
di atas.
C. Problematika Guru PAI
- 1. Problematika Guru Secara Umum
Ada beragam problem yang dihadapi oleh guru, yang
secara umum dapat diuraikan sebagai berikut:[8]
a)
Rendahnya penguasaan IPTEK
Memasuki era persaingan global sekarang ini, penguasaan IPTEK menyebabkan
rendahnya kualitas nilai SDM. Hal ini merupakan ancaman sekaligus tantangan
yang nyata bagi guru khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya dalam menjaga
eksistensi guru dimasa depan.
b)
Rendahnya kesejahteraan guru
Hal lain yang juga merupakan problem yang harus dihadapi oleh guru adalah
rendahnya gaji guru sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya secara
memadai. Seringkali orientasi kerja guru dituntut hanya semata-mata mengabdikan
dirinya untuk kepentingan profesi dan mengabaikan kebutuhan dasar tersebut.
Akibatnya kesejahteraan guru rendah dan timbulah keinginan memperbaiki
kesejahteraan itu. Dalam keadaan seperti ini, tenaga dan pikiran guru akan
lebih tersita untuk memenuhi kebutuhannya daripada tuntutan profesinya.
c)
Kurangnya minat guru dalam meningkatkan kualitas
keilmuannya dengan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Dalam hal ini seharusnya semua pihak
memberi kelonggaran dan dukungan sepenuhnya supaya guru mendapatkan kesempatan
seluas-luasnya.
d)
Rendahnya minat baca.
Dengan cara menyadari tentang pentingnya pengembangan wawasan keilmuan
dan pengetahuan serta kemajuan dalam dunia pendidikan sehingga guru bisa
memiliki tingkat intelektual yang matang.
e)
Guru seharusnya menyadari bahwa tugasnya yang utama
adalah mengajar dalam pengertian menata lingkungan agar terjadi kegiatan
belajar pada peserta didik. Berbagai kasus menunjukkan bahwa diantara para guru
banyak yang merasa dirinya sudah dapat mengajar dengan baik, meskipun tidak
dapat menunjukkan alasan yang mendasari asumsi itu. Asumsi keliru tersebut
seringkali menyesatkan dan menurunkan kreatifitas sehingga banyak guru yang
suka mengambil jalan pintas dalam pembelajaran baik dalam perencanaan
pelaksanaan maupun dalam evaluasi pembelajaran.
f)
Aspek psikologi menunjukkan pada kenyataan bahwa
peserta didik yang belajar pada umumnya memiliki taraf perkembangan yang
berbeda satu dengan lainnya sehingga menuntut materi yang berbeda pula.
g)
Tidak semua guru memiliki kemampuan untuk memahami
peserta didik dengan berbagai keunikannya agar mampu membantu mereka dalam
menghadapi kesulitan belajar. Dalam hal ini, guru dituntut memahami berbagai
model pembelajaran yang efektif agar dapat membimbing peserta didik secara
optimal.
h)
Dalam kaitannya dengan perencanaan, guru dituntut untuk
membuat persiapan mengajar yang efektif dan efisien. Namun dalam kenyataannya
dalam berbagai alasan, banyak guru mengambil jalan pintas dengan tidak membuat
persiapan ketika melakukan pembelajaran, sehingga guru mengajar tanpa persiapan.
i)
Sering terjadi persiapan pembelajaran (Mall
Educative). Banyak guru yang memberikan hukuman kepada peserta didik tidak
sesuai dengan jenis kesalahan. Dalam pada itu seringkali guru memberikan tugas
yang harus dikerjakan peserta didik diluar kelas (pekerjaan rumah) namun jarang
sekali guru yang mengoreksi pekerjaan siswa dan mengabaikannya tanpa memberi
komentar, kritik, dan saran untuk kemajuan peserta didik. Seharusnya guru
menerapkan kedisiplinan secara tepat waktu dan tepat sasaran.
j)
Guru sering mengabaikan perbedaan individu peserta
didik. Sebagaimana diketahui bahwa peserta didik memiliki perbedaan individual
yang sangat mendasar yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran. Peserta didik
memiliki emosi yang sangat variatif dan sering memperlihatkan sejumlah perilaku
tampak aneh. Setiap peserta didik memiliki perbedaan yang unik, memiliki
kekuatan, kelemahan, minat, dan perhatian yang berbeda-beda. Latar belakang
keluarga, latar belakang sosial ekonomi dan lingkungan, membuat peserta didik
berbeda dalam aktivitas, inteligensi, dan daya kompetensinya.
Dalam hal ini
tidak sesuai dengan apa yang harus menjadi hak dan kewajiban seorang guru,
bahwa hak seorang guru adalah:[9]
1)
Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum
dan jaminan kesejahteraan social;
2)
Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas
dan prestasi kerja;
3)
Memperoleh perlindungan dalam melaksanaan tugas dan hak
atas kekayaan intelektual;
4)
Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
5)
Memperoleh dan memanfaatjkan sarana dan prasarana
pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
6)
Memiliki kebebasan dalam penilaian dan ikut menentukan
kelulusan, penghargaan dan/sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah
pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
7)
Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam
melaksanakan tugas;
8)
Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi
profesi;
9)
Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan
kebijakan pendidikan;
10)
Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan
meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau
11)
Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam
bidangnya.
- 2. Arti Pendidikan dan Pendidikan Islam
Pendidikan Islam menurut Langgulung setidak-tidaknya
tercakup al: yaitu al tarbiyah al diniyah (pendidikan keagamaan), ta’lim
al din (pengajaran agama), al ta’lim al diny (pengajaran keagamaan),
al ta’lim al Islamy (pengajaran keislaman) tarbiyah al muslimin (pendidikan
orang-orang islam), al tarbiyah fi al islam (pendidikan dalam islam), al
tarbiyah inda al muslimin (pendidikan dikalangan orang-orang islam), dan al
tarbiyah al Islamiyah (pendidikan islam).
Didalam konteks pendidikan Islam, pendidikan berarti
pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup tersebut harus bernafaskan
atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam yang bersumber dari al-Qur’an
dan as Sunnah/al Hadits.
Pandangan yang dikotomis antara aspek kehidupan dunia
dan akhirat memandang dengan sebelah mata terhadap pendidikan yang berkaitan
dengan agama Islam pendidikan keagamaan dihadapkan dengan pendidikan non
keagamaan.
Karena itu pengembangan pendidikan Islam hanya
berkisar pada aspek kehidupan ukhrowi yang terpisah dengan kehidupan duniawi,
atau aspek kehidupan rohani yang terpisah dengan kehidupan jasmani pendidikan
(agama) islam hanya mengurusi persoalan ritual dan spiritual. Sementara
kehidupan politik, ekonomi, ilmu pengetahuan teknologi dan sebagainya dianggap
sebagai urusan duniawi yang menjadi bidang garap pendidikan umum (non agama)
pandangan dikotomis inilah yang menimbulkan dualisme dalam sistem pendidikan.
Istilah pendidikan agama dan pendidikan umum atau ilmu agama dan ilmu umum.
Islam memang tidak pernah membedakan antara ilmu-ilmu
agama dan ilmu umum (keduniaan), dan atau tidak berpandangan dikotomis mengenai
ilmu pengetahuan. Kalau dalam sistem pendidikan nasional, pendidikan diarahkan
untuk mengembangkan manusia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa,
maka dalam konteks pendidikan Islam justru harus berusaha lebih dari itu. Dalam
arti pendidikan Islam bukan sekedar diarahkan untuk mengembangkan manusia yang
beriman dan bertaqwa, tetapi justru berusaha mengembangkan manusia untuk
menjadi pimpinan bagi yang bertaqwa. Tujuan akhir pendidikan Islam itu
diarahkan pada peningkatan manusia yang menyembah pada Allah dan takut
pada-Nya.
- 3. Problema Guru dalam Pendidikan Islam
Dengan dijelaskannya mengenai problema guru dalam
pendidikan secara umum maupun pendidikan islam secara khusus di atas,
pembahasan dapat ditekankan sebagai berikut:[10]
1.
Tidak semua guru memiliki kepribadian yang matang
sesuai dengan profesinya dan berperilaku yang Islami. Seharusnya guru memiliki
kepribadian beretika sesuai dengan jabatan keguruannya, karena bagaimanapun
seorang guru akan tetap dijadikan uswatun hasanah oleh murid-muridnya.
2.
Tidak semua guru menguasai ilmu pengetahuan atau bidang
keahliannya dan wawasan pengembangannya yang bernuansa Islam karena
bagaimanapun seorang guru yang akan menginspirasi muridnya kepada ilmu
pengetahuan dalam perspektif islam haruslah menguasai ilmu pengetahuan sendiri
dan sekaligus mampu memberi nafas keislaman.
3.
Tidak semua guru menguasai keterampilan untuk
membangkitkan minat murid kepada ilmu pengetahuan yang bernuansa Islam.
Seharusnya sebagai guru berupaya bagaimana membangkitkan minat baca sehingga
siswa mudah menerima / mendapatkan wawasan keilmuan.
4.
Tidak semua guru siap untuk mengembangkan profesi yang
berkesinambungan agar ilmunya keahliannya selalu baru (Up to date).
Karena itu peningkatan study lanjut kegiatan-kegiatan penelitian intensif,
diskusi, seminar, pelatihan dan lain-lainnya yang mendukung peningkatan dan
pembangunan keahliannya serta mendukung survivenya studi. Seharusnya guru mau
meningkatkan study lanjut dan kalau sudah luas ilmunya dia yang seluas-luasnya
utamanya yang sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Problematika yang ada pada dunia pendidikan pada
umumnya bukanlah permasalahan yang berdiri sendiri, melainkan terkait baik
secara langsung maupun tidak langsung, dengan perkembangan Iptek dan aspek
kehidupan-kehidupan yang lain, baik ekonomi, politik, sosial budaya. Berbagai
tantangan yang dihadapi dunia pendidikan pada umumnya juga harus dihadapi oleh
pendidikan agama sebagai bagian dari proses pendidikan bangsa.
- 4. Solusi
Untuk mengatasi problematika guru di atas, diperlukan
kerja sama dari kita semua untuk dapat saling membantu agar guru mampu
meneliti, mendapatkan income tambahan dari keprofesionalannya, dan menyulut
guru untuk kreatif dalam mengembangkan sendiri media pembelajarannya. Bila
semua itu dapat terwujud, maka kualitas pendidikan kitapun akan meningkat.[11]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Problematika yang ada pada dunia pendidikan pada
umumnya bukanlah permasalahan yang berdiri sendiri, melainkan terkait baik
secara langsung maupun tidak langsung, dengan perkembangan Iptek dan aspek
kehidupan-kehidupan yang lain, baik ekonomi, politik, sosial budaya. Berbagai
tantangan yang dihadapi dunia pendidikan pada umumnya juga harus dihadapi oleh
pendidikan agama sebagai bagian dari proses pendidikan bangsa.
Pendidikan Islam pada dasarnya memiliki problem yang
sangat komplek baik itu secara internal dan eksternal. Tantangan internal
menyangkut sisi pendidikan agama sebagai program pendidikan baik dari segi
orientasi pendidikan agama Islam yang kurang tepat, sempitnya pemahaman
terhadap esensi ajaran Islam.
Sedangkan tantangan eksternal berupa berbagai kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak pada munculnya perubahan sosial,
ekonomi, budaya dan kemajemukan masyarakat beragama yang belum siap menerima
beda paham.
Berbagai problem pendidikan Islam tersebut sebenarnya
dihadapi oleh semua pihak. Namun, sebagai guru yang terkait langsung dengan
pelaksanaan pendidikan Islam dituntut harus mampu menjawab dan mengantisipasi
berbagai problem sebagai tantangan yang harus diselesaikan dengan baik.
Dan untuk mengantisipasinya perlulah seorang guru
memiliki profil yang mampu menampilkan sosok kualitas personal, sosial dalam
menjalankan tugasnya.
DARTAR PUSTAKA
Baharuddin, Profesi Keguruan, Malang:
IKIP Malang.1995
Hasan, M. Ali dan Mukti Ali. Kapita Selekta
Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.2003.
Muhaimin.Paradigma Pendidikan Islam,Jakarta.Rosda.2003.
Rajasa, Sutan.Kamus Ilmiah Populer.Surabaya.Karya Utama Surabaya.2002
http://aadesanjaya.blogspot.com/2010/10/problema-yangdihadapi-guru-pai-dalam.html.pada
tanggal 28oktober 2011pukul 10.34
http://al-ysn.blogspot.com/2011/05/problematika-guru-.html.
pada tanggal 29oktober 2001.pukul.14.15
http://www.slideshare.net/srijadi/uu-no-14-2005-guru-dan-dosen.pada
tanggal 29 0ktober 2011 pukul 23.11
[1] Sutan Rajasa.Kamus
Ilmiah Populer.Surabaya.Karya Utama Surabaya .2002.hlm.499.
[2] Di akses dari.http://aadesanjaya.blogspot.com/2010/10/problema-yang-dihadapi-guru-pai-dalam.html.pada
tanggal.28oktober 2011’ pukul 10.34
[3] M. Ali Hasan dan Mukti Ali, Kapita Selekta
Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003), hlm. 122.
[5] http://aadesanjaya.blogspot.com/2010/10/problema-yang-dihadapi-guru-pai-dalam.html.pada
tanggal.28oktober2011pukul 10.34
[6] Muzayyin
Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2003), hlm.110-111.
[9] Undang-undang
RepublikIndonesia No14, Tahun 2005 Diakses dari;http://www.slideshare.net/srijadi/uu-no-14-2005-guru-dan-dosen.pada
tanggal 29 0ktober 2011 pukul 23.11
[10] Di
akses dari;http://al-ysn.blogspot.com/2011/05/problematika-guru-.html. pada
tanggal 29oktober 2001.pukul.14.15
[11] M. Ali
Hasan dan Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya, 2003), hlm. 225.
3 Tanggapan:
HEBAT....
sangat menyasar, dan susunananyapun sangat sistematiss,,,,,
makasih ea.. ^_^
Bagus makalahnya, sistematis dan kajiannya cukup mendasar. namun yang saya ingin komentari dari tulisan ini adalah masalah teknis menulisan footnote atau daftar pustakanya sebaiknya setiap akhir dari penulisannya mesti diberi tanda titik. saya lihat ada yang diberi titik dan ada juga tidak ada.
Dan luar itu saya kira sudah bagus dan terima kasih banyak atas referensinya. salam wa barik 'alai.
Izin copas yah ka untuk memenuhi tugas presentasi mata kuliah kapita selekta pendidikan
Posting Komentar
Mohon Di Isi