PENDAHULUAN
Takdir adalah suatu ketetapan akan garis kehidupan seseorang. Setiap orang lahir lengkap dengan skenario perjalanan kehidupannya dari awal dan akhir. Hal ini dinyatakan dalam Qur'an bahwa segala sesuatu yang terjadi terhadap diri seorang sudah tertulis dalam induk kitab. Namun pemahaman seperti ini tidak bisa berdiri sendiri atau belum lengkap, karena dengan hanya memahami seperti tersebut diatas dapat menyebabkan seseorang bingung untuk menjalani hidup dan mensikapinya.
Kesadaran manusia untuk
beragama merupakan kesadaran akan kelemahan dirinya. Terkait dengan fenomena
takdir, maka wujud kelemahan manusia itu ialah ketidaktahuannya akan takdirnya.
Manusia tidak tahu apa yang sebenarnya akan terjadi. Kemampuan berfikirnya
memang dapat membawa dirinya kepada perhitungan, proyeksi dan perencanaan yang
canggih. Namun setelah diusahakan realisasinya tidak selalu sesuai dengan
keinginannya. Manusia hanya tahu takdirnya setelah terjadi.
Oleh sebab itu sekiranya
manusia menginginkan perubahan kondisi dalam menjalani hidup di dunia ini,
diperintah oleh Allah untuk berusaha dan berdoa untuk merubahnya. Usaha
perubahan yang dilakukan oleh manusia itu, kalau berhasil seperti yang
diinginkannya maka Allah melarangnya untuk menepuk dada sebagai hasil karyanya
sendiri. Bahkan sekiranya usahanya itu dinilainya gagal dan bahkan manusia itu
sedih bermuram durja menganggap dirinya sumber kegagalan, maka Allah juga
menganggap hal itu sebagai kesombongan yang dilarang juga. (Al-Hadiid QS.
57:23).
1. Pengertian Takdir
Kata
takdir (taqdir) terambil dan kata qaddara yang berasal dari akar kata qadara
yang antara lain berarti mengukur, memberi kadar atau ukuran, sehingga jika
kita berkata, "Allah telah menakdirkan demikian," maka itu berarti,
"Allah telah memberi kadar/ukuran/batas tertentu dalam diri, sifat, atau
kemampuan maksimal makhluk-Nya."
Dari
sekian banyak ayat Al-Quran dipahami bahwa semua makhluk telah ditetapkan
takdirnya oleh Allah. Mereka tidak dapat melampaui batas ketetapan itu, dan
Allah Swt. Menuntun dan menunjukkan mereka arah yang seharusnya mereka tuju.
Begitu dipahami antara lain dari ayat-ayat permulaan Surat Al-A'la :
سَبِّحِ
اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى () الَّذِي خَلَقَ فَسَوَّى () وَالَّذِي قَدَّرَ
فَهَدَى ()
"Sucikanlah nama
Tuhanmu Yang Maha Tinggi, yang menciptakan (semua mahluk) dan
menyempurnakannya, yang memberi takdir kemudian mengarahkan(nya)" (QS
Al-A'la [87]: 1-3).
2. Konsep
Takdir
Islam
mengenal takdir dengan sebutan qadha dan qadar. Sebagian ulama menafsirkan
qadha sebagai hubungan sebab akibat dan qadar sebagai ketentuan Allah sejak
zaman ajali. Jadi secara singkat qadha adalah pelaksanaan dalam tataran
operasional yang dipilih oleh manusia untuk selanjutnya menemui qadarnya dan
akhirnya menentukan nilai dari amal perbuatannya.
Takdir
adalah suatu yang sangat ghoib, sehingga kita tak mampu mengetahui takdir kita
sedikitpun. Yang dapat kita lakukan hanya berusaha, dan berusahapun telah Allah
dijadikan sebagai kewajiban. ”Tugas kita hanyalah senantiasa berusaha, biar
hasil Allah yang menentukan”, itulah kalimat yang sepertinya sudah tidak asing
lagi di telinga kita, yang menegaskan pentingnya mengusahakan qadha untuk
selanjutnya menemui qadarnya. Dan ada 3 hal yang sering-sering disebut sebagai
takdir, yaitu jodoh, rizky, dan kematian.
Taqdir
itu memiliki empat tingkatan yang semuanya wajib diimani, yaitu :
a. Al-`Ilmu, bahwa seseorang harus
meyakini bahwa Allah mengetahui segala sesuatu baik secara global maupun
terperinci. Dia mengetahui apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi.
Karena segala sesuatu diketahui oleh Allah, baik yang detail maupun jelas atas
setiap gerak-gerik makhluknya. Sebagaimana firman Allah :
وَعِندَهُ
مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ
وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلاَّ يَعْلَمُهَا وَلاَ حَبَّةٍ فِي
ظُلُمَاتِ الأَرْضِ وَلاَ رَطْبٍ وَلاَ يَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ
“Dan pada sisi Allah-lah
kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri,
dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun
pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya , dan tidak jatuh sebutir biji-pun
dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan
tertulis dalam kitab yang nyata "(QS. Al-an`am 59)
b. Al-Kitabah, Bahwa Allah mencatat
semua itu dalam lauhil mahfuz, sebagaimana firman-Nya :
أَلَمْ
تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاء وَالْأَرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي
كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
Apakah kamu tidak
mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan
di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab .
Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.(QS. Al-Hajj : 70)
c. Al-Masyiah (kehendak), Kehendak
Allah ini bersifat umum. Bahwa tidak ada sesuatu pun di langit maupun di bumi
melainkan terjadi dengan iradat / masyiah (kehendak /keinginan) Allah SWT. Maka
tidak ada dalam kekuasaannya yang tidak diinginkannya selamanya. Baik yang
berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh Zat Allah atau yang dilakukan oleh
makhluq-Nya. Sebagaimana dalam firman-Nya :
إِنَّمَا
أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئاً أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
“Sesungguhnya keadaan-Nya
apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya:
"Jadilah!" maka terjadilah ia. (QS. Yasin: 82)
d. Al-Khalqu, Bahwa tidak sesuatu pun
di langit dan di bumi melainkan Allah sebagai penciptanya, pemiliknya,
pengaturnya dan menguasainya, dalam firman-Nya dijelaskan :
إِنَّا
أَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصاً لَّهُ
الدِّينَ
“Sesunguhnya Kami
menurunkan kepadamu Kitab dengan kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan
memurnikan keta'atan kepada-Nya”. (QS. Az-Zumar : 2)
3. Konsep
Takdir dalam Peningkatan Mutu Sumber Daya Manusia
“Sebagai
mahluk Tuhan yang ditetapkan sebagai wakil Tuhan” (QS. 2:30) manusia
berbeda dengan batu, tumbuhan maupun binatang. Batu ketika menggelinding dari
sebuah ketinggian bergerak berdasarkan tarikan gravitasi bumi tanpa ikhtiar
sedikitpun begitu pula halnya tumbuhan yang tumbuh hanya dibawah kondisi
tertentu atau sebagai mana binatang yang bertindak berdasarkan naluri
alamiahnya. Ketiga mahluk-mahluk ini bergerak atau bertindak tidak berdasarkan
ikhtiari. Namun bagi manusia, ia merupakan mahluk yang senantiasa diperhadapkan
pada berbagai pilihan-pilihan, dan hanya dengan adanya sintesa antara ilmu dan
kehendak yang berasal dari tuhan ia dapat berikhtiar (memilih) yang terbaik
diantara pilihan-pilihan tersebut.
Kaitan
dengan peningkatan mutu sumber daya manusia, takdir adalah pengetahuan sempurna
yang dimiliki Allah tentang seluruh kejadian masa lalu atau masa depan.
Kebanyakan orang mempertanyakan bagaimana Allah dapat mengetahui peristiwa yang
belum terjadi, dan ini membuat mereka gagal memahami kebenaran takdir.
"Kejadian yang belum terjadi" hanya belum dialami oleh manusia. Allah
tidak terikat ruang ataupun waktu, karena Dialah pencipta keduanya. Oleh sebab
itu, masa lalu, masa mendatang, dan sekarang, seluruhnya sama bagi Allah;
bagi-Nya segala sesuatu telah berjalan dan telah selesai.
Perlu
diperhatikan pula kedangkalan dan penyimpangan pemahaman masyarakat tentang
takdir. Mereka berkeyakinan bahwa Allah telah menentukan "takdir"
setiap manusia, tetapi takdir ini terkadang dapat diubah oleh manusia itu
sendiri. Akan tetapi, tidak ada seorang pun yang dapat mengubah takdirnya.
Orang yang kembali dari gerbang kematian tidak mati karena ia ditakdirkan tidak
mati saat itu. Mereka yang mengatakan "saya telah mengalahkan takdir
saya" berarti telah menipu diri sendiri. Takdir mereka pulalah sehingga
mereka berkata demikian dan mempertahankan pemikiran seperti itu.
Memahami
konsep takdir sebagai sebuah skenario yang telah ditetapkan oleh Tuhan
meniscayakan ketiadaan keadilan Tuhan dan konsep pertanggungjawaban. Takdir
tidak lain sebagai sebuah prinsip akan terbinanya sistem kausalitas umum (bahwa
akibat mesti berasal dari sebab-sebab khususnya, dimana rentetan kausalitas
tersebut berakhir pada sebab dari segala sebab yakni Tuhan) atas dasar
pengetahuan dan kehendak ilahi yang Maha Bijak. Takdir Takwini (ketetapan
penciptaan) tiada lain merupakan prinsip kemestian yang mengatasi sistem
penciptaan alam dan takdir tasyrii (ketetapan syariat) merupakan prinsip
kemestian yang mengatur sistem gerak individu maupun masyarakat dari segi
sosiologis dan spiritual.
Artinya,
ikhtiar itu menjadi berarti hanya bila pada realitas terdapat hukum-hukum yang
pasti (takdir) atau dengan kata lain ikhtiar pada awalnya berupa potensial dan
ia menjadi aktual bila terdapat adanya dan diketahuinya takdir tersebut. Karena
itu pula dapat dikatakan “tanpa takdir tidak ada ikhtiar”.
Untuk
meningkatkan mutu sumber daya manusia, sudah seharusnya lah kita selalu berusaha
dan berdo’a, dan jangan hanya mengandalkan do’a saja ataupun cuma hanya
berusaha saja. Antara usaha dan do’a haruslah seimbang, tanpa keduanya tak ada
artinya. Ketiadaan potensi ikhtiar pada manusia meniscayakan takdir menjadi
tidak bermakna/berlaku begitu pula sebaliknya.
KESIMPULAN
Takdir adalah pengetahuan
abadi kepunyaan Allah, Dia yang memahami waktu sebagai kejadian tunggal dan Dia
yang meliputi keseluruhan ruang dan waktu. Bagi Allah, segalanya telah
ditentukan dan sudah selesai dalam sebuah takdir. Berdasarkan hal-hal yang
diungkapkan dalam Al Quran, kita juga dapat memahami bahwa waktu bersifat
tunggal bagi Allah. Kejadian yang bagi kita terjadi di masa mendatang,
digambarkan dalam Al Quran sebagai kejadian yang telah lama berlalu.
Peristiwa-peristiwa yang
terjadi di alam raya ini, dan sisi kejadiannya, dalam kadar atau ukuran
tertentu, pada tempat dan waktu tertentu, dan itulah yang disebut takdir. Tidak
ada sesuatu yang terjadi tanpa takdir, termasuk manusia. Peristiwa-peristiwa
tersebut berada dalam pengetahuan dan ketentuan Tuhan, yang keduanya menurut
sementara ulama dapat disimpulkan dalam istilah sunnatullah, atau yang sering
secara salah kaprah disebut "hukum-hukum alam."
Manusia mempunyai kemampuan
terbatas sesuai dengan ukuran yang diberikan oleh Allah kepadanya. Makhluk ini,
misalnya, tidak dapat terbang. Ini merupakan salah satu ukuran atau batas
kemampuan yang dianugerahkan Allah kepadanya.
Oleh sebab itu sekiranya
manusia menginginkan perubahan kondisi dalam menjalani hidup di dunia ini,
diperintah oleh Allah untuk berusaha dan berdoa untuk merubahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Murtadha
Muthahhari, Pengantar Ilmu-ilmu Islam, Jakarta: Pustaka Zahra, 2003.
M.
Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan
Umat, Bandung: Mizan, 1996.
Nurholish
Madjid, Pintu-pintu Menuju Tuhan, Jakarta: Paramadina, 1994.
2 Tanggapan:
terimakasih,,,
sangat bermanfaat ^_^
trimakasih..
semoga bs membantu dalam pnyempurnaan,,
Posting Komentar
Mohon Di Isi