Perjalanan menemukan sebuah dzikir, tak ubahnya kita menemukan sebuah ketenangan bathiniyyah, yang mana tiap individu seorang muslim akan medapati sebuah jalan yang tidak sama dengan muslim lainnya. Tentunya hal ini terjadi karena tingkat rasa penerimaan dan keihlasan muslim yang berbeda-beda.
Seperti
halnya saat kita sakit, kita akan meminum obat yang sama seperti
kebanyakan orang. Dan bisa kita jumpai ada yang langsung sembuh, tidak
ada reaksi apa-apa, atau bahkan sakitnya tambah parah. Kenapa hal yang
demikian bisa terjadi? karena daya ketahanan tubuh kita yang
berbeda-beda.
Begitu juga dengan dzikir, seperti yang sudah Allah tuturkan dalam ayat berikut,
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
"(yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati
menjadi tenteram." (QS. Ar Ra'd : 28)
Yang
menjadi pertanyaan adalah kenapa saat kita berdzikir kita tidak
menemukan ketenangan? bahkan terasa biasa-biasa saja seolah tidak ada
hal yang istimewa? Padahal lafadz dzikir yang kita baca adalah dzikir
yang sama?
Jawabannya
hampir sama seperti ilustrasi diatas, yakni karena kadar keimanan dan
tingkat kepasrahan juga keihlasan kita yang berbeda.
Ikhtiar Mendapat Kenikmatan Dzikir
Sebelumnya yang harus kita tanamkan dalam hati adalah 'semua yang menggerakkan hati kita, apa yang tersirat dalam hati, pikiran, semua adalah Allah yang menggerakkan, kita masih diberi karunia bisa mengingatnya juga atas anugerah dariNya'.
Kemudian, belajar memasrahkan segenap jiwa raga (dengan segala kedhoifan kita) menuju pada pada satu Dzat penggenggam kehidupan. Membayangkan dosa sekecil apapun yang kita lakukan pasti tidak akan pernah luput dari yang namanya hisab. Merasakan pergerakan aliran darah dan desahan nafas sambil mencoba menghadirkan 'Allah' benar-benar mengawasi kita saat ini. Kemudian pilih dzikir yang sudah kita fahami makna yang terkandung dikebesaran dalam kalimahnya, seperti lafadz "HASBUNALLAH WANI'MAL WAKIL, NI'MAL MAULA WA NI'MAN NASHIR".
Merasakan nikmat dzikir menurut pengalaman saya pribadi seperti halnya saat kita 'reflek', artinya kita tidak mengetahui awal mula datangnya rasa itu. Seperti halnya saat kita larut dalam keharuan dan tangis, karena semua kejadian itu tidak bisa kita dramatisir. Karena rasa penuh pasrah dalam jiwa kehambaan yang berhasil membawa kemomen sakral seperti itu. Inilah salah satu kekuatan dzikir yang bisa meremuk redam segala sifat angkuh seorang hamba.
Teringat sebuah kisah, Saat orang kafir ingin membunuh Rasulullah dengan pedangnya, "hai Muhammad, sekarang siapa yang bisa menolongmu?', kemudian Rasulullah hanya menjawab "Allah..." langsung seketika itu juga tangan sang kafir gemetar hingga pedangnya terjatuh.
Ikhtiar Mendapat Kenikmatan Dzikir
Sebelumnya yang harus kita tanamkan dalam hati adalah 'semua yang menggerakkan hati kita, apa yang tersirat dalam hati, pikiran, semua adalah Allah yang menggerakkan, kita masih diberi karunia bisa mengingatnya juga atas anugerah dariNya'.
Kemudian, belajar memasrahkan segenap jiwa raga (dengan segala kedhoifan kita) menuju pada pada satu Dzat penggenggam kehidupan. Membayangkan dosa sekecil apapun yang kita lakukan pasti tidak akan pernah luput dari yang namanya hisab. Merasakan pergerakan aliran darah dan desahan nafas sambil mencoba menghadirkan 'Allah' benar-benar mengawasi kita saat ini. Kemudian pilih dzikir yang sudah kita fahami makna yang terkandung dikebesaran dalam kalimahnya, seperti lafadz "HASBUNALLAH WANI'MAL WAKIL, NI'MAL MAULA WA NI'MAN NASHIR".
Merasakan nikmat dzikir menurut pengalaman saya pribadi seperti halnya saat kita 'reflek', artinya kita tidak mengetahui awal mula datangnya rasa itu. Seperti halnya saat kita larut dalam keharuan dan tangis, karena semua kejadian itu tidak bisa kita dramatisir. Karena rasa penuh pasrah dalam jiwa kehambaan yang berhasil membawa kemomen sakral seperti itu. Inilah salah satu kekuatan dzikir yang bisa meremuk redam segala sifat angkuh seorang hamba.
Teringat sebuah kisah, Saat orang kafir ingin membunuh Rasulullah dengan pedangnya, "hai Muhammad, sekarang siapa yang bisa menolongmu?', kemudian Rasulullah hanya menjawab "Allah..." langsung seketika itu juga tangan sang kafir gemetar hingga pedangnya terjatuh.
Dari
kisah ini, Rasulullah ingin memberi tauladan buat kita, bahwa rasa
kepasrahan dalam berdzikir yakni hanya dengan menyebut asma 'Allah' saja
sudah membuat sang kafir lemah tidak berdaya. Inilah salah satu contoh
kekuatan jiwa dalam dzikir yang sudah Rasulullah ajarkan pada ummatnya.
Dzikir Yang Ideal
Kemudian
dzikir yang idel itu seperti apa? Karena sering kita terjebak dengan
bacaan dzikir yang panjang dan melelahkan hingga berakibat melenceng
dari maksud dari dzikir itu sendiri.
Biasanya
himmah kita dalam mencari dzkir (berdzikir) saat kita dihadapkan pada
keadaan jiwa terlemah (karena biasanya pada saat itu kita sudah tidak
bisa melakukan apa-apa dalam memecahkan kesulitan hidup.)
Hingga tak jarang kita mencari dzikir atau do'a-do'a yang instan supaya kita cepat terbebas dari permasalahan dunia. Tentu saja cara ini kurang arif untuk kita lakukan, karena sejatinya Rasulullah sendiri sudah mengajarkan kepada kita dengan hidzib-hidzib (dzikir) dari kita mulai bangun tidur hingga tidur lagi [baca: Adzkar An-Nawawi]
لاَ
اِلهَ اِلاَّ اللهُ العَظيمُ الْحَليمُ, لاَ اله الا اللهُ رَبُّ
الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ, لا اله الا اللهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَرَبُّ
الْأَرْضِ, رَبُّ العَرْشِ الْكَرِيْمِ.
يَاحَيُّ يَاقَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ, لا اله الا اللهُ الْكَرِيْمُ الْعَظِيْمُ,
سُبْحَانَهُ تَبَارَكَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ, اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ أَسْتَغِيْث.
سُبْحَانَهُ تَبَارَكَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ, اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ أَسْتَغِيْث.
لا اله اِلاَّ اَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ.
Do'a
ini bisa kita amalkan secara istiqomah (terus-menerus) tanpa kita
menunggu Allah menguji kita lagi dengan kesusahan. Insya Allah dengan
sendirinya kita akan menemukan dzikir atau do'a yang benar-benar bisa
meresap kedalam hati. Dengan melatihnya dengan kesungguhan dan
pemusatan pikiran yang sepenuhnya menuju Allah.
Itulah kenapa saat kita lupa berdzikir (yang sudah istiqomah) kita masih disunahkan untuk meng-qadha (mengulanginya lagi).
Jadikan
dzikir sebagai gaya hidup seorang muslim, untuk mendapat ketenangan
bathiniyyah sebagaimana Rasulullah bersabda bahwa "do'a adalah
senjatanya orang mukmin".
Wallahua'lam
0 Tanggapan:
Posting Komentar
Mohon Di Isi