FILSAFAT



A.      DEFINISI FILSAFAT
Kata flasafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa arab فلسة, yang diambil juga dari bahasa Yunani ; Philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia ; persahabatan, cinta dan sebagainya) dan (Sophia ; kebijaksanaan). Sehingga arti harfiahnya adalah seorang ”pecinta kebijaksanaan” atau ”ilmu”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut ”filusuf”.
Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problema falsafi. Tetapi paling tidak bisa dikatakan bahwa ”falsafah” itu kira-kira merupakan studi daripada arti dan berlakunya kepercayaan manusia pada sisi yang paling dasar dan universal. Studi ini didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dari percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan problem secara persis, mencari solusi untuk ini, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu dan akhirnya dari proses-proses sebelumnya ini dimasukkan ke dalam sebuah dialektik. Dialektik ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk daripada dialog. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.

B.      SEJARAH MUNCULNYA FILSAFAT
Pada saat manusia berpikir tentang keadaan alam, dunia, manusia dan lingkungannya, manusia pada saat itu ingin mengetahui lebih jauh tentang masalah-masalah yang rumit itu sehingga mereka sering berpikir dan berdiskusi tentang masalah tersebut, mereka tidak ingin cuma bergantung pada agama dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam benak mereka tapi mereka ingin menjawabnya sendiri tanpa menggunakan ajaran agama, maka muncullah filsafat, yaitu pada abad ke 7 SM. Tepatnnya di Yunani, dengan inilah mereka mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dan tidak bergantung pada ajaran agama.
Yang jadi pertanyaan kebanyakan orang adalah kenapa filsafat munculnya di Yunani dan tidak pernah didaerah lain seperti Babilonia, yudea (Israel) atau Mesir, itu karena di Yunani tidak seperti daerah-daerah lainnya seperti tentang kasta pendeta, di Yunani tidak mengenal itu, maka dari itu secara intelektual orang lebih bebas. Orang Yunani yang bisa diberi gelar filusuf ialah Thales dan Mileta, sekarang dipesisir barat Turki. Tetapi filusuf-filusuf Yunani yang terbesar tentu saja : Sokrates, Plato dan Aristoteles. Sokrates adalah guru Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat. Buku karangan Plato yang terkenal adalah berjudul etika, republik, apologi, phaedo dan krito.

C.      KLASIFIKASI FILSAFAT
Pada dewasa ini filsafat dibagi menjadi : ”Filsafat Barat”,”Filsafat Timur” Dan Filsafat ”Filsafat Timur Tengah”.
1.       Filsafat Barat
Filsafat barat ialah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno. Dan tokoh-tokohya adalah : Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas, Rene Descrates, Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche Dan Jean Paul Sartre.
Dalam tradisi filsafat barat, dikenal adanya pembidangan dalam filsafat yang menyangkut tema tertentu, yaitu :
1)       Metafisika
Mengkaji hakikat segala yang ada. Dalam bidang ini, hakikat yang ada dan keberadaan (eksistensi) secara umum dikaji secara khusus dalam Ontologi. Adapun hakikat manusia dan alam semesta dibahas dalam Kosmologi.
Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontologi mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu, bagaimana wujud hakikinya, serta bagaimana hubungannya dengan daya tangkap manusia yang berupa berpikir, merasa dan mengindera yang membuahkan pengetahuan.
Objek telaah ontologi tersebut adalah yang tidak terlihat pada satu perwujudan tertentu, yang membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya. Adanya segala sesuatu yang merupakan suatu segi dari kenyataan yang mengatasi semua perbedaan antara benda-benda dan makhluk hidup, antara jenis-jenis dan individu-individu.
Dari pembahasannya memunculkan beberapa pandangan yang dikelompokkkan dalam beberapa aliran berpikir, yaitu :
a)       Materialisme
Aliran yang mengatakan bahwa hakikat dari segala sesuatu yang ada itu adalah materi. Sesuatu yang ada (yaitu materi) hanya mungkin lahir dari yang ada.
b)       Idealisme (Spiritualisme)
Aliran ini menjawab kelemahan dari materialisme, yang mengatakan bahwa hakikat pengada itu justru rohani (spiritual). Rohani adalah dunia ide yang lebih hakiki dibanding materi.
c)       Dualisme
Aliran ini ingin mempersatukan antara materi dan ide, yang berpendapat bahwa hakikat pengada (kenyataan) dalam alam semesta ini terdiri dari 2 sumber tersebut, yaitu materi dan rohani.
d)      Agnotisisme
Aliran ini merupakan pendapat para filusuf yang mengambil sikap skeptis, yaitu ragu atas setiap jawaban yang mungkin benar dan mungkin pula tidak.
2)       Epistomologi.
Mengkaji tentang hakikat dan wilayah pengetahuan (episteme secara harfiah berarti ”pengetahuan”). Epistomologi membahas berbagai hal tentang pengetahuan seperti batas, sumber serta kebenaran suatu pengetahuan.
Objek telaah epistomologi adalah mempertanyakan bagaimana sesuatu itu datang dan bagaimana mengetahuinya, bagaimana membedakan dengan yang lain. Jadi berkenaan dengan situasi dan kondisi ruang serta waktu tentang suatu hal. Landasan epistemologi adalah proses apa yang memungkinkan mendapatkan pengetahuan logika, etika, estetika, bagaiman cara dan prosedur memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni, serta apa definisinya. Epistemologi moral menelaah evaluasi epistemic tentang keputusan moral dan teori moral.
Dalam epistemologi muncul beberapa aliran berpikir, yaitu :
a)       Empirisme
Yang berarti pengalaman (empeiria), dimana pengetahuan manusia diperoleh dari pengalaman inderawi.
b)       Rasionalisme
Tanpa menolak besarnya manfaat pengalaman indera dalam kehidupan manusia, namun persepsi inderawi hanya digunakan untuk merangsang kerja akal. Jadi akal berada diatas pengalaman inderawi dan menekankan pada metode diduktif.
c)       Positivisme
Merupakan sistesis dan empirisme dan rasionalisme. Dengan mengambil titik tolak dari empirisme, namun harus dipertajam dengan eksperimen, yang mampu secara ohjektif menentukan validitas dan reliabilitas pengetahuan.
d)      Intuisionisme
Intuisi tidak sama dengan perasaan, namun merupakan hasil evolusi pemahaman yang tinggi yang hanya dimiliki manusia. Kemampuan ini yang dapat memahami dan kebenaran yang utuh, yang tetap dan unik.
3)       Aksiologi
Membahas masalah nilai atau norma yang berlaku pada kehidupan manusia. Dari aksiologi lahirlah 2 cabang filsafat yang membahas aspek kualitas hidup manusia : Etika dan Estetika
Aksiologi adalah filsafat nilai. Aspek nilai ada kaitannya dengan kategori : (1) baik dan buruk ; serta (2) indah dan jelek. Kategori nilai yang pertama dibawah kajian filsafat tingkah laku atau disebut etika, sedangkan kategori kedua merupakan objek kajian filsafat keindahan atau estetika
a)       Etika
Etika disebut juga filsafat moral (moral philosophy), yang berasal dari kata ethos (Yunani) yang berarti watak. Moral berasal dari kata mos atau mores (Latin) yang artinya kebiasaan. Dalam bahasa Indonesia istilah moral atau etika diartikan kesusilaan. Objek material etika adalah tingkah laku atau perbuatan manusia, sedangkan objek formal etika adalah kebaikan atau keburukan, bermoral atau tidak bermoral.
Moralitas manusia adalah objek kajian etika yang telah berusia sangat lama. Sejak masyarakat manusia terbentuk, persoalan perilaku yang sesuai dengan moralitas telah menjadi bahasan. Berkaitan dengan hal itu, kemudian muncul 2 teori yang menjelaskan bagaimana suatu perilaku itu dapat diukur secara etis. Teori yang dimaksud adalah Deontologis dan Teologis.
a.        Deontologis
Teori deontologis diilhami oleh pemikiran Imanuel Kant, yang terkesan kaku, konservatif dan melestarikan status quo, yaitu menyatakan bahwa baik buruknya suatu perilaku dinilai dari sudut tindakan itu sendiri, dan bukan akibatnya. Suatu perilaku baik apabila perilaku itu sesuai norma-norma yang ada.
b.        Teologis
Teori teologis lebih menekankan pada unsur hasil. Suatu perilaku baik jika buah dari perilaku itu lebih banyak untung daripada ruginya, dimana untung dan rugi ini dilihat dari indikator kepentingan manusia. Teori ini memunculkan 2 pandangan, yaitu egoisme dan utilitarianisme (utilitisme). Tokoh yang mengajarkan adalah Jeremy Bentham (1742 – 1832), yang kemudian diperbaiki oleh John Stuart Mill (1806 – 1973).
b)       Estetika
Estetika disebut juga dengan filsafat keindahan (philosophy of beauty), yang berasal dari kata aisthetika atau aesthesis (Yunani) yang artinya hal-hal yang dapat diserap dengan indera atau serapan indera. Estetika membahas hal yang berkaitan dengan refleksi kritis terhadap nilai-nilai atas sesuatu yang disebut indah atau tidak indah.
Dalam perjalanan filsafat dari era Yunani kuno hingga sekarang muncul persoalan tentang etika.
4)       Etika
Etika atau filsafat moral, membahas tentang bagaimana seharusnya manusia bertindak dan mempertanyakan bagaimana kebenaran dari dasar tindakan itu dapat diketahui. Beberapa topik yang dibahas disini adalah soal kebaikan, kebenaran, tanggung jawab, suara hatinya dan sebagainya.
5)       Estetika
Membahas mengenai keindahan dan implikasinya pada kehidupan. Dari estetika lahirlah berbagai macam teori mengenai kesenian atau aspek seni dari berbagai macam hasil budaya.
2.       Filsafat Timur
Filsafat timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khsusunya di India, Tiongkok dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budanyanya. Sebuah ciri khas filsafat timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan untuk filsafat barat, terutama di abad pertengahan, tetapi didunia barat filsafah ’an sich’ masih menonjol daripada agama. Nama-nama beberapa filusuf : Siddharta Gautama Atau Buddha, Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu Cu. Zhuang Zi Dan Juga Mao Zedong.
3.       Filsafat Timur Tengah
Ini sebenarnya mengambil tempat yang istimewa. Sebab dilihat dari sejarah, para filusuf sebenarnya bisa dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi filsafat barat. Sebab para filusuf timur tengah yang pertama-tama adalah orang Arab atau orang-orang islam (dan juga beberapa orang Yahudi), yang menaklukkan daerah-daerah disekitar laut tengah dan menjumpai kebudayaan Yunani dengan tradisi falsafi mereka. Lalu mereka menterjemahkan dan memberikan komentar terhadap karya-karya Yunani. Bahkan ketika Eropa setelah runtuhnya kekaisaran romawi masuk ke abad pertengahan dan melupakan karya-karya yang sama dan bahkan terjemahan mereka dipelajari lagi oleh orang-orang Eropa. Nama-nama beberapa filusuf timur tengah : Avicenna (Ibnu Sina), Ibnu Tufail dab Averroes.
 
D.      FILSAFAT DI INDONESIA
Para pengkaji filsafat Indonesia mendefinisikan kata ”Filsafat Indonesia” secara berbeda, dan itu menyebabkan perbedaan dalam lingkup kajian filsafat Indonesia. M. Nasroen tidak pernah menjelaskan definisi kata itu. Ia hanya menyatakan bahwa filsafat Indonesia adalah bukan barat dan bukan timur, sebagaimana terlihat dalam konsep-konsepdan praktek-praktek asli dari mupakat, pantun-pantun, Pancasila, hukum adat, gotong royong dan kekeluargaan (Nasroen 1967 : 14, 24, 25, 33 dan 38). Sunoto mendefinisikan filsafat Indonesia sebagai …..kekayaan budaya bangsa kita sendiri…yang terkandung di dalam kebudayaan sendiri (Sunoto 1987 ; ii), sementara Parmono mendefinisikan sebagai ….pemikiran-pemikiran…yang tersimpul di dalam adat istiadat serta kebudayaan daerah (Parmono 1985 ; iii). Sumardjo mendefisinikan kata ”filsafat Indonesia” sebagai …pemikiran primordial… atau pola pikir dasar yang menstruktur seluruh bangunan karya budaya… (Jakon Sumardjo 2003 : 116). Keempat penulis tersebut memahami filsafat sebagai bagian dari kebudayaan dan tidak membedakannya dengan kajian-kajian budaya dan antropologi. Secara kebetulan, Bahasa Indonesia sejak awal memang tidak memiliki kata ”filsafat” sebagai identitas yang terpisah dari teologi, seni dan sains. Sebaliknya orang Indonesia memiliki kata generic, yakni budaya atau kebudayaan yang meliputi seluruh manifestasi kehidupan dari suatu masyarakat. Filsafat, sains, teologi, agama, seni dan teknologi semuanya merupakan wujud kehidupan masyarakat yang tercakup dalam makna kata budaya tadi. Biasanya orang Indonesia memanggil filusuf-filusuf mereka dengan sebutan Budayawan (Alisjahbana 1997 : 6 – 7 ). Karena itu, menurut para penulis tersebut, lingkup filsafat Indonesia terbatas pada pandangan-pandangan asli dari kekayaan budaya Indonesia saja. Hal ini dipahami oleh pengkaji lain, Ferry Hidayat, seorang lektur pada Universitas Pembangunan Nasional (UPN) ”Veteran” Jakarta sebagai ”kemiskinan filsafat”. Jika filsafat Indonesia hanya meliputi filsafat-filsafat etnik asli, maka tradisi kefilsafatan itu sangatlah miskin. Ia memperluas cakupan filsafat Indonesia sehingga meliputi filsafat yang telah diadaptasi dan yang telah ”dipribumikan” yang menerima pengaruh dari tradisi filosofi asing. Artikel ini menggunakan definisi penulis terakhir.

E.      PELOPOR KAJIAN FILSAFAT INDONESIA
Filsafat Indonesia sudah dilakukan nenek moyang dari suku etnik Indonesia sejak zaman dulu. Tapi, sebagai suatu kajian akademis, filsafat Indonesia adalah fenomena yang mulai marak di era 1960-an. Artikel dibawah ini membahas pada filusuf Indonesia yang merupakan pelopor kajian filsafat Indonesia. Mereka adalah M. Nasroen, Soenoto, R. Pramono dan Jakob Soemardjo.
1.       M. Naroen
Dalam karyanya itu, Nasroen menegaskan keberbedaan filsafat Indonesia dengan filsafat barat (Yunani-kuno) dan filsafat timur, lalu mencapai satu kesimpulan bahwa filsafat Indonesia adalah suatu filsafat khas yang ”tidak barat” dan ”tidak timur”, yang amat jelas termanifestasi dalam ajaran filosofi mupakat, pantun-pantun, Pancasila, hukum adat, ketuhanan, gotong royong dan kekeluargaan.
Tidak banyak yang mengetahui kapan beliau lahir, akan tetapi puncak karirnya ialah ketika ia menjabat sebagai Guru Besar Filsafat di Universitas Indonesia.
2.       R. Pramono
Lahir pada tahun 1952, R. Pramono menempuh jenjang pendidikan kefilsafatan di Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada Yogyakarta (sarjana filsafat), lalu setelah lulus pada tahun 1976, beliau meneruskan pendidikan pasca-sarjana jurusan filsafat di Universitas Gajah Mada pula.
Buku R. Pramono Menggali Unsur-Unsur Filsafat Indonesia (1985) yang menyempurnakan kajian Sunoto.
Dalam Menggali Unsur-Unsur Filsafat Indonesia, R. Pramono menyempurnakan kekurangan kajian Sunoto yang mengkaji sebatas tradisi kefilsafatan jawa dengan melebarkan lingkup kajian pada tradisi Batak, Minang dan Bugis. Dalam buku itu pula Parmono mencoba mendefinisi ulang istilah ”filsafat Indonesia”sebagai …pemikiran-pemikiran…yang tersimpul di dalam adat istiadat serta kebudayaan daerah… (hal. iii). Jadi, filsafat Indonesia berarti segala filsafat yang ditemukan dalam adat dan budaya etnik Indonesia. Definisi ini juga dianut oleh pelopor yang lain, Jakob Sumardjo.
3.       Jakob Soemadjo
Nama aslinya Jakobus Soemardjo, dilahirkan di Klaten pada tahun 1939. karir kefilsafatannya dimulai ketika ia menulis kolom harian di KOMPAS, Pikiran Rakyat, Suara Karya, Suara Pembaharuan dan majalah Prisma, Basis dan Horisson sejak tahun 1969. Sejak tahun 1962 mengajar di Fakultas Filsafat Seni Rupa Desain di Institut Teknologi Bandung (ITB) Bandung dalam mata kuliah Filsafat Seni, Antropogi Seni, Sejarah Teater dan Sosiologi Seni. Buku-bukunya yang khusus membahas filsafat Indonesia ialah : Menjadi Manusia (2001), Arkeologi Budaya Indonesia (Yogyakarta : penerbit Qalam, 2002, ISBN : 979-9440-29-7) dan Mencari Sukma Indonesia : Pendataan Kesadaran Keindonesiaan di Tengah Letupan di Sintegrasi Sosial Kebangsaan (Yogyakarta : AK Group, 2003).
Dalam karyanya Arkeologi Budaya Indonesia, Jakob membahas ”Ringkasan sejarah kerohanian Indonesia”, yang secara kronologis memaparkan sejarah filsafat Indonesia ”dari primordial”, ”era kuno” hingga ”era madya”. Dengan berbekal hermenutika yang sangat dikuasainya, Jakob menelusuri medan-medan makna dari budaya material (lukisan, alat, musik, pakaian, tarian dan lain lain) hingga budaya intelektual (cerita lisan, pantun, legenda rakyat, teks-teks kuno dan lain lain) yang merupakan warisan filosofis agung agar masyarakat Indonesia. Dalam karyanya yang lain, Mencari Sukma Indonesia, Jakob pun menyinggung ”filsafat Indonesia modern”, yang secara radikal amat berbeda ontologi, epitomologi dan aksiologinya dari ”filsafat Indonesia lama”.
Definisinya tentang filsafat Indonesia sama dengan pendahulu-pendahulunya, yakni …pemikiran primordial… atau …pola pikir dasar yang menstruktur seluruh bangunan karya budaya… dari suatu kelompok etnik di Indonesia. Maka, jika disebut ”Filsafat Etnik Jawa”, artinya …filsafat [yang] terbaca dalam cara masyarakat jawa menyusun gamelannya, menyusuri tarian-tariannya, menyusun mitos-mitosnya, cara memilih pemimpin-pemimpinnya, dari bentuk rumah jawanya, dari buku-buku sejarah dan sastra yang ditulisnya.
  
F.       PEMIKIRAN MADZHAB-MADZHAB DI INDONESIA.
Ada 7 madzhab pemikiran yang berkembang di Indonesia. Kategorisasi madzhab didasarkan pada hal :
1.       Didasarkan pada segi keslian yang dikandung suatu madzhab filsafat tertentu (seperti pada Madzhab Etnik).
2.       Pada segi pengaruh yang diterima oleh suatu madzhab filsafat tertentu (seperti Madzhab Tiongkok, Madzhab India, Madzhab Islam, Madzhab Kristiani Dan Madzhab Barat).
3.       Didasarkan pada kronologis hiostoris (seperti Madzhab Pasca-Soeharto).
Berikut ini adalah sketsa madzhab-madzhab pemikiran dalam filsafat Indonesia dan filusuf-filusuf mereka yang utama.
1)       Madzhab Etnik
Madzhab ini mengambil filsafat etnis Indonesia sebagai sumber inspirasinya. Asumsi utamanya ialah mitologi, legenda, cerita rakyat, cara suatu kelompok etnis membangun rumahnya dan menyelenggarakan upacara-upacaranya, sastra yang mereka hasilkan, epik-epik yang mereka tulis, semuanya melandasi bangunan filsfatetnis tersebut. ”Filsafat” ini tidak dapat berubah ; ia senantiasa sama, dari awal mula hingga akhir dunia dan ia senantiasa merupakan ”yang baik”. Filsafat ini mengajarkan setiap anggota kelompok etnis tersebut tentang asal mula lahirnya kelompok etnis itu ke dunia (bahasa jawa, sangkan) dan tentang tujuan (telos) hidup akan dicapai kelompok etnis itu (bahasa jawa, paran) sehingga anggotanya tidak akan sesat dalam hidup. Madzhab ini melestarikan filsafat-filsafat etnis sebelum mereka berhubungan dengan tradisi-tradisi filosofis asing yang datang kemudian.
2)       Madzhab Tiongkok
Para filusuf etnik masih menganut filsafat-filsafat mereka yang asli hingga kedatangan imigran-imigran tiongkok tahun 1122 – 222 SM. Yang membawa serta dan memperkenalkan Taoisme dan Konfusinisme kepada mereka (Larope 1986 : 4). Dua filsafat asing itu bersama filsafat-filsafat lokal saling bercampur dan berbaur ; begitu tercampurnya, sehingga filsafat-filsafat itu tidak dapat lagi dicerai beraikan (SarDesai 1989 : 9 – 13). Salah satu dari sisa baurnya filsafat-filsafat tadi, yang hingga kini masih dipraktekkan oleh semua bahasa Indonesia, adalah ajaran Hsiao dari Konghucu (bahasa Indonesia menghormati orang tua). Ajaran itu menegaskan bahwa seseorang harus menghormati orang tuanya melebihi apapun. Ia harus mengutamakan orang tuanya sebelum ia mengutamakan orang lain.
3)       Madzhab India
Pembauran atau disfusi filsafat-filsafat terus berlanjut bersamaan dengan kedatangan kaum brahmana hindu dan penganut buddhisme dari India antara tahun 322 SM – 700 M. Mereka memperkenalkan kultur hindu dan kultur buddhis kepada penduduk asli, sementara penduduk asli meresponnya dengan menyintesa 2 filsafat India menjadi satu versi baru, yang terkenal dengan sebutan Tantrayana. Ini jelas tercermin pada bangunan Candi Borobudur oleh Dinasti Sailendra pada tahun 800 – 850 SM. (Sardesai, 1989 : 44 – 47). Rabindranath Tagore, seorang filusuf India yang mengunjungi Borobudur pertama kalinya, mengakui candi itu sebagai candi yang tidak-India, karena relik-relik yang dipahatkan padanya merepresentasikan pekerja-pekerja lokal yang berbusana gaya jawa asli. Ia juga mengakui bahwa tarian-tarian asli jawa yang terilhami dari epik-epik India yang tidak menyerupai tarian India, meskipun tarian-tarian dua negeri tersebut bersumber dari sumber yang sama.

4)       Madzhab Islam
10-abad proses Indianisasi ditantang oleh kedatangan sufisme Persia dan sufisme mulai mengakar dalam pembincangan kefilsafatan sejak awal tahun 1400-an hingga seterusnya. Perkembangan sufisme itu dipicu oleh berdirinya kerajaan-kerajaan dan kesultanan-kesultanan islam yang masih di Indonesia (Nasr 1991 : 262). Raja-raja dan sultan-sultan seperti Sunan Giri, Sunan Gunung Jati, Sunan Kudus, Sultan Trenggono, Pakubawana II, Pakubuwono IV, Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan Alauddin Ri’ayat Syah,  Engku Haji Muda Raja Abdullah riau hingga Raja Muhammad Yusuf adalah raja-sufi ; mereka mempelajari sufisme dari guru-guru sufi terkemuka.
5)       Madzhab Barat
Sejak pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia menerapkan politik hati nurani (politik etis)  di awal tahun 1900-an, lembaga-lembaga pendidikan bergaya Belanda menjamur dimana-mana dan terbuka untuk anak-anak pribumi dari kelas-kelas feudal, yang hendak bekerja di lembaga-lembga kolonial. Sekolah-sekolah berbahasa Belanda itu mengajarkan filsafat barat sebagai mata pelajarannya. Misalnya, filsafat pencerahan sebuah filsafat yang diajarkan secara amat terlambat di Indonesia, setelah 5 abad kemunculannya di Eropa (Larope 1986 : 236 – 238). Banyak alumni sekolah tersebut yang melajutkan studi mereka di universitas-universitas di Eropa. Mereka lantas muncul sebagai kelompok elit baru Indonesia yang merupakan generasi pertama intelligentsia bergaya Eropa, yang kelak menganut filsafat barat untuk menggantikan filsafat etnik mereka yang asli.
6)       Madzhab Kristiani
Bersama-sama dengan pencarian kapitalis barat akan koloni-koloni di timur, ajaran Kristen mendatangi pedagang-pedagang Indonesia pada pertengahan abad 15 (Lubis 1990 : 78). Pertama-tama yang datang ialah pedagang-pedagang portugis, lalu kapitalis-kapitalis Belanda yang berturut-turut menyebarkan ajaran katolik dan ajaran Calvin. Fransiskus Xaverius, pewarta katolik pertama dari Spanyol yang menumpang kapal Portugis menterjemahkan Credo, Confession Generalis, Pater Noster, Ave Maria, Salve Regina dan Sepuluh Perintah Tuhan ke bahasa melayu antara tahun 1546 – 1547, yang melalui ajaran katolik dapat disebar-luaskan kepada penduduk Hindia Belanda (Lubis 1990 : 85). Gereja-gereja katolikpun didirikan dan penganut katolik Indonesia berjejalan, namun tak lama kemudian para pastor katolik diusir dan umatnya dipaksa untuk pindah ke Kalvinisme oleh penganut-penganut kalvin belanda yang datang ke Indonesia sekitar tahun 1596. Gereja Reformasi Belanda (Netherlandse Hervormde Kerk) didirikan sebagai gantinya. Jan Pieterszoon Coen, salah seorang gubernur jenderal VOC tahun 1618 adalah contoh dari penganut Kalvinis yang saleh. Ia mendudukkan semua pewarta Kalvinis (yang dalam bahasa Belanda disebut Ziekentroosters) dibawah kendalinya (Lubis 1990 : 99).
7)       Madzhab Pasca-Soeharto
Madzhab ini mengedepankan untuk mengkritik kebijakan sosio-politik Soeharto selama masa kepresidenannya dari tahun 1966 hingga (akhirnya tumbang) pada 1998. Pemerhati utama mereka adalah filsafat politik, yang misi utamanya ialah mencari alternatif-alternatif bagi rezim yang korup itu. Madzhab inilah yang berani menantang Soeharto, setelah ia berhasil membisukan semua filusuf lewat cara kekerasan. Sebelum kemunculan madzhab in, telah ada beberapa orang yang mencoba melawan Soeharto di era 1970-an, namun mereka dipukul keras dalam insiden-insiden yang disebut sejarah sebagai Peristiwa ITB Bandung 1973 dan Peristiwa Malari 1974. sejak praktek kekerasan itu, filsafat hanya dapat dipraktekkan dalam utopia ; praktis dan inteleksi dipisahkan dari filsafat.


 I.       PENUTUP
A.      KESIMPULAN
Filsafat adalah studi yang mempelajari fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis.
Filsafat muncul pada abad ke 7 SM, tepatnya di Yunani, filsafat muncul di Yunani karena Yunani merupakan suatu daerah yang bebas dari kasta pendeta, maka secara intelektual orang lebih bebas.
Klasifikasi filsafat
1.       Filsafat Barat
a.        Metafisika
1)       Materialisme
2)       Idealisme (Spiritualisme)
3)       Dualisme
4)       Agnotisisme
b.       Epistemologi
1)       Empirisme
2)       Rasionalisme
3)       Positivisme
4)       Intuisionisme
c.        Aksiologi
1)       Etika
a)        Deontologist
b)       Teologis
2)       Estetika
d.       Etika
e.        Estetika
2.       Filsafat Timur
3.       Filsafat Timur Tengah
Pengkaji filsafat di Indonesia
1.       M. Nasroen
2.       R. Pramono
3.       Jakob Soemardjo
Pemikiran madzhab-madzhab di Indonesia
1.       Madzhab Etnik
2.       Madzhab Tiongkok
3.       Madzhab India
4.       Madzhab Islam
5.       Madzhab Barat
6.       Madzhab Kristiani
7.       Madzhab Pasca-Soeharto

B.      SARAN
Dengan adanya pembahasan-pembahasan tersebut, semoga dapat menambah pengetahuan tentang filsafat. Dimana semakin dalam menggali filsafat, maka akan kelihatan semakin banyak yang belum diketahui. Dan apabila dalam pembahasan tersebut masih banyak kekurangan, diharapkan adanya kritik yang sifatnya membangun, guna memperbaiki pembahasan-pembahasan selanjutnya.



  
DAFTAR PUSTAKA


Bakhtiar, Amsal. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Edisi Revisi.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

d.wikipedia.org/wiki//pelopor_kajian_Filasafat_Indonesia-(online), diakses pada tanggal 10-01-2010

0 Tanggapan:

Posting Komentar

Mohon Di Isi