PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Untuk mengetahui makna-makna dan hikmah-hikmah yang terdapat
dalam Al Qur’an , perlu adanya penafsiran-penafsiran
tentang ayat-ayatnya dan semua itu terdapat di dalam ilmu tafsir. Diantara
ilmu-ilmu Al
Qur’an , tafsir merupakan ilmuyang
mencakup berbagai disiplin ilmu. Di
dalamnya terhimpun tafsir dari sudut balaghoh, nahwu, sorof, asbab nuzul,
munasabah, hadist, tarikh, dan lain sebagainya.
Dalam menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an
diperlukan ilmu yang luas. Maka dalam makalah ini akan di coba menguraikan
tafsir tentang ayat-ayat yang berhubungan dengan objek pendidikan, yakni : QS.
At Tahrim ayat 6, QS. Asy
Syu’araa ayat 214, QS. At taubah
ayat 122, dan QS. An Nisaa’ ayat 120.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. QS. AT TAHRIM AYAT
6
يَأَيُهَا
الَذِيْنَ أَمَنُوْا قُوْا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارًا وَقُوْدُهَا النَاسُ
وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهاََ مَلَئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادٌ لاَيَعْصُوْنَ اللهَ مَآأَمَرَهُمْ
وَيَفْعَلُوْنَ مَايُؤْمَرُوْنَ
Artinya
: ”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu ; penjaganya adalah
malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan”. (QS. At Tahrim
Ayat 6)
Dalam ayat ini terdapat lafadz perintah berupa fi’il amr
yang secara langsung dan tegas, yakni lafadz (peliharalah atau jagalah), hal
ini dimaksudkan bahwa kewajiban setiap mukmin salah satunya adalah menjaga dirinya
sendiri dan keluarganya dari siksa neraka. Dalam tafsir jalalain penjagaan tersebut
adalah dengan pelaksanaan perintah taat kepada Allah SWT.
Merupakan tanggung jawab setiap manusia untuk menjaga dirinya
sendiri serta keluarganya, sebab manusia merupakan pemimpin bagi dirinya
sendiri dan keluarganya yang nanti akan dimintai pertanggungjawabannya. Sebagaimana
sabda Rasulullah SAW, (artinya) : ”Dari Ibnu
Umar ra. Berkata : saya
mendengar Rasulullah SAW, bersabda : setiap hari dari kamu adalah pemimpin, dan
setiap dari kamu akan dimintai pertanggaungjawaban atas kepemimpinannya,
seorang imam adalah pemimpin dan akan ditanyai atas kepemimpinannya, orang
laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan ditanyai atas
kepemimpinannya…”. (HR.
Bukhari dan Muslim).
Diriwayatkan bahwa ketika ayat ke-6 ini turun, Umar berkata :
”Wahai
Rasulullah , kami sudah
menjaga diri kami dan bagaimana menjaga keluarga kami?” Rasulullah SAW,
menjawab : ”Larang mereka mengerjakan apa yang kamu dilarang mengerjakannya
dan perintahkanlah mereka melakukan apa yang Allah memerintahkan kepadamu
melakukannya. Begitulah
cara meluputkan mereka dari api
neraka. Neraka itu di jaga oleh malaikat yang kasar dan keras yang pemimpinnya
berjumlah sembilan belas malaikat, mereka dikuasakan mengadakan penyiksaan di
dalam neraka, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepadanya”. Maka jelas bahwa tugas manusia tidak hanya menjaga dirinya
sendiri, namun juga keluarganya dari siksa neraka. Untuk dapat melaksanakan
taat kepada Allah SWT, tentunya harus dengan menjalankan segala perintah-Nya,
serta menjauhi segala larangan-Nya. Dan
semua itu tak akan bisa terjadi tanpa adanya pendidikan syari’at. Maka
disimpulkan bahwa keluarga juga merupakan objek pendidikan.
a.
Hubungan antar kalimat (munasabah), bahwa manusia
diharapkan seperti perilaku malaikat, yakni mengerjakan apa yang di perintah
Allah SWT.
b.
Tafsiran : ayat ini menerangkan tentang ultimatum
kepada kaum mukminin (diri dan keluarganya) untuk tidak melakukan kemurtadan
dengan lidahnya, meskipun hatinya tidak.
2.2. QS. ASY
SYU’ARAA AYAT 214
وَأَنْذِرْعَشِيْرَتَكَ
اْلأَقْرَبِيْنَ
Artinya
: ”Dan berilah peringatan
kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”. (QS. Asy Syu’araa ’
ayat 214)
Sesuai dengan ayat sebelumnya (QS. At Tahrim ayat 6) bahwa
terdapat perintah langsung dengan fi’il amr (berilah peringatan). Namun
perbedaannya adalah tentang objeknya, dimana dalam ayat ini adalah
kerabat-kerabat. ”Al Aqrobyn” mereka adalah Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthollib,
lalu nabi Muhammad SAW, memberikan peringatan kepada mereka secara
terang-terangan ; demikianlah menurut keterangan hadist yang telah dikemukakan
oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Namun hal ini bukan berarti khusus untuk
nabi Muhammad SAW, saja kepada Bani Hasyim dan Bani Muthollib, tetapi juga
untuk seluruh umat Islam. Selaras dengan kaidah ushul fiqh :
إِذَا
وَرَدَ اَلْعَامُ عَلَى سَبَبِ الْخَاصِ فَالْعِبْرَةُ بِعُمُوْمِ اللَفْظِ
لاَبِخُصُوْصِ السَبَبِ
Artinya
: ”Apabila datang dalil ‘am karena sebab yang khos maka yang dianggap adalah
umumnya lafadz, bukan dengan kekhusususan sebab”.
وَاخْفِضْ
جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ
Artinya
: ”Dan rendahkan dirimu terhadap
orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman”. (QS. Asy Syu’araa
ayat 215)
Asbab nuzul ayat ini, ketika ayat ini turun Rasulullah SAW,
bersabda : ”Wahai Bani Abdul
Muthollib , demi Allah aku tidak
pernah menemukan sesuatu yang lebih baik di seluruh bangsa Arab dari apa yang
aku bawa untukmu. Aku datang kepadamu untuk kebaikan di dunia dan akhirat.
Allah telah menyuruhku mengajakmu kepada-Nya. Maka siapakah diantara kamu yang
bersedia membantuku dalam urusan ini untuk menjadi saudaraku dan washiku serta
khalifahku?”. Mereka semua tidak bersedia kecuali Ali
bin Abi Tholib . Diantara hadirin beliaulah yang
paling muda. Ali berdiri seraya
berkata : ”Aku ya Rasulullah. Aku (bersedia menjadi) wazirmu dalam urusan
ini”. Lalu Rasulullah SAW, memegang bahu Ali
seraya bersabda : ”Sesungguhnya
Ali ini adalah saudaraku
dan washiku serta khalifahku terhadap kalian. Oleh karena itu, dengarkanlah dan
taatilah ia”. Mereka tertawa terbahak-bahak sambil berkata kepada Abi Tholib
: ”Kamu di suruh mendengar dan mentaati anakmu”.
Umat Islam adalah saudara bagi yang lain, maka harus saling
mendidik dan menasehati. Sebagimana sabda nabi Muhammad SAW, (artinya) : ”Dari Jabir ibn Abdillah
ra. berkata : saya bersumpah setia kepada Rasulullah SAW, untuk mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan menasehati kepada setiap muslim”. (HR. Bukhari
dan Muslim)
2.3. QS. AT TAUBAH AYAT
122
وَمَاكَانَ
الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوا كَآفَةً ۚ فَلَوْلاَ نَفَرَ مِنْ كُلِ
فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِيَتَفَقَهُوْا فِى الدِيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ
إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَهُمْ يَحْذَرُوْنَ
Artinya
: ”Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa
tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka dapat
menjaga dirinya”. (QS. At Taubah ayat 122)
Dalam ayat ini juga terdapat dua lafadz fi’il amr yang
disertai lam amr, yakni (supaya mereka memperdalam ilmu agama) dan
lafadz (supaya mereka memberi peringatan), yang berarti kewajiban untuk belajar
dan mengajar.
Adapun proses belajar dan mengajar sangat dianjurkan oleh
nabi Muhammad SAW, sabda beliau : ”Dan
darinya (Abu
Hurairah ra. Sesungguhnya Rasulullah
SAW bersabda : barang siapa yang mengajak kepada petunjuk, maka baginya pahala
orang yang mengikutinya tidak dikurangi sedikitpun dari padanya)”. (HR.
Muslim)
Asbab nuzulnya adalah tatkala kaum mukminin di cela oleh
Allah bila tidak ikut ke medan perang kemudian nabi Muhammad SAW, mengirimkan
syariahnya, akhirnya mereka berangkat ke medan perang semua tanpa ada
seorangpun yang tinggal, maka turunlah firman-Nya berikut ini : (tidak
sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi) ke medan perang (semuanya.
Mengapa tidak) (pergi dari tiap-tiap golongan) suatu kabilah (diantara mereka
beberapa orang) beberapa golongan saja kemudian sisanya tetap tinggal di tempat
(untuk memperdalam pengetahuan mereka).
Yakni tetap tinggal di tempat (mengenai agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya) dari medan perang, yaitu dengan
mengajarkan kepada mereka hukum-hukum agama yang telah dipelajarinya (supaya
mereka itu dapat menjaga dirinya) dari siksaan Allah, yaitu dengan melaksanakan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Sehubungan dengan ayat ini Ibnu Abbas
ra. memberikan penakwilannya bahwa ayat ini penerapannya hanya khusus untuk
syari’ah-syari’ah, yakni bilamana pasukan itu dalam bentuk syari’ah lantaran
nabi Muhammad SAW, tidak ikut. Sedangkan ayat sebelumnya yang juga melarang
seseorang tetap tinggal ditempatnya dan tidak ikut berangkat ke medan perang, maka hal ini
pengertiannya tertuju kepada nabi Muhammad SAW, berangkat ke suatu ghazwah.
2.4. QS. AN NISAA’ AYAT 170.
يَأَيُهَا
النَاسُ قَدْجَآءَكُمُ الرَسُوْلُ بِالْحَقِ مِنْ رَبِكُمْ فَأَمِنُوْا خَيْرًا لَكُمْ
ۚ
وَإِنْ تَكْفُرُوْا فَإِنَ ِللهِ مَا فِى السَمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ ۚ وَكَانَ
اللهُ عَلِيْمًا حَكِيْمًا
Artinya
: ”Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad )
itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhan-Mu, maka berimanlah kamu,
itu yang lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak
merugikan sedikitpun kepada Allah SWT) karena sesungguhnya apa yang di langit
dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah SWT. Dan
adalah Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana ”. (QS. An Nisaa’ ayat 170)
Dalam ayat ini Allah SWT, menyeru kepada umat manusia untuk
beriman, sebab sudah ada Rasul (nabi Muhammad SAW,) yang di utus membawa
syari’at yang benar.
Dalam tafsir disebutkan bahwa lafadz An Naas pada saat
turunnya ayat adalah kepada ahli kafir Mekkah.
Adapun manusia, karena adanya kesamaan jenis, ukhuwah
basyariyyah, maka dakwah dan tarbiyah kepada non muslim pun harus tetap
dilakukan, tentunya dengan jalan yang baik. Nabi Muhammad
SAW, bersabda (artinya) : ”Demi Abdullah Ibn Amr
Ibn Al Ashra. Berkata : sesungguhnya
nabi Muhammad SAW, bersabda : sampaikanlah dariku
walaupun satu ayat……” (HR.
Bukhari )
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Ayat QS. At Tahrim ayat 6, menunjukkan perintah untuk menjaga
diri dan keluarga dari api neraka, yang bisa disimpulkan juga merupakan untuk
tarbiyah diri dan keluarga.
Ayat QS. Asy
Syu’araa ayat 214, kerabat-kerabat
kita terdekat merupakan juga objek dakwah dan tarbiyah.
Ayat QS. At taubah ayat 122, maka tidak sepatutnya seluruh
kaum muslimin pergi berperang (jihad), namun harus ada juga yang harus belajar
dan mengajar. Sebab proses tarbiyah sangat penting bagi kukuhnya Islam.
Rasulullah SAW, bersabda : ”Di
hari kiamat kelak tinta yang digunakan untuk menulis oleh para ulama akan di timbang
dengan darah para syuhada (yang gugur di medan
perang). (HR.
Syaikhani )
Ayat QS. An Nisaa’ ayat 120, manusia baik yang muslim atau
non muslim merupakan objek dakwah dan tarbiyah. Namun disini perlu diluruskan,
bahwa proses dakwah dan tarbiyah tidak harus dengan kekerasan dan perang,
tetapi dengan jalan yang hikmah, mauidzoh hasanah dan argumen yang bertanggung
jawab.
Pendidikan atau tarbiyah merupakan proses penting untuk
melaksanakan taat kepada Allah SWT, dan menggapai ridho-Nya, sebab belajar dan
mengajar diwajibkan dalam Islam.
Manusia seluruhnya merupakan objek pendidikan (tarbiyah dan
dakwah), namun perlu adanya prioritas untuk kedua hal tersebut, yaitu dimulai
dari diri sendiri, kemudian keluarga, kerabat, orang Islam dan akhirnya kepada
sesama manusia (non muslim).
Anshory, Al Allamah Abu
Zakariya Al ,. Tanpa Tahun .
Riyadhus
Sholihin . Haromain. Surabaya .
Hasyimi, Sayyid Ahmad ,.
1971. Mukhtarul
Ahaditsun Nabawiyah .
Haromain. Surabaya .
Latif, Abd, Ahmad
Ibnu ,. Tanpa Tahun .
An Nufahat ‘Ala
Syarhil Waroqot . Haromain. Indonesia
Musyhadi, K.
Ahmad Subhi ,.
1981. Misbahul
Anam Syarh
Bulughul Marom .
Maktabah Raja Murah. Pekalongan.
Suyuthi Al Allamah Jalalludin As dan Al Allamah
Jalalludin Al
Mahally ,. Tanpa Tahun .
Tafsir
Jalalain . Darul Kutub
Islamiyah . Surabaya .
OBJEK PENDIDIKAN
MAKALAH
Di Ajukan Sebagai Tugas
Mata Kuliah ”Tafsir Tarbawi”
H.
M. BURHANUDDIN UBAIDILLAH ,
Lc,. M.Ag.
Disusun
oleh : M. SYAKUR
ANSHORY
2 Tanggapan:
Assalamu'alaikum....
De ... Syakur,
1/ terima kasih atas makalahnya
2/ dalam makalah itu QS Annisa ayat 120 mhn dilihat kembali barangkali salah ketik ayatnya
4/ teruskan kreatifitas smga sukses
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
1. sama sama saudariku isa.. kembali kasih!!
2. betul, dan Al-faqiir berterimakasih banyak atas kritikan dari anda, mungkin kurang telitinya dari Al-faqiir dalam penulisannya. mohon maklum adanya...
dan terimakasih atas kunjungannya!! Jazaakumulloh khoeron katsiiron...
Posting Komentar
Mohon Di Isi