1.
Pengertian Homoseks dan Lesbian
Istilah homoseksual
berasal dari bahasa Inggris "homosexual", yang berarti sifat
laki-laki yang senang berhubungan seks dengan sesamanya. Sedangkan lesbian,
berarti sifat perempuan yang senang berhubungan seks dengan sesamanya pula.
Istilah homoseks,
dijumpai dalam Agama Islam sebagai istilah اَللِِوَاطُ, yang pelakunya disebut
اَللُوْطِيُ, yang dapat diartikan secara singkat oleh Bangsa Arab dengan
perkataan: اَلرَجُلُ يَأْتِى الرَجُلَُ (laki-laki yang selalu mengumpuli sesamanya). Sedangkan
lesbian, juga dijumpai dalam agama Islam sebagai istilah اَلسَحَاقُ , yang pelakunya disebut اَلسَاحِقُ, yang dapat diartikan secara singkat oleh Bangsa Arab dengan
perkataan: اَلْمَرْأَةُ تَأْتِى الْمَرْأَةَ (perempuan yang selalu mengumpuli sesamanya).
Homoseks sering
dimaknai dengan hubungan seks antara sesama laki-laki baik dengan cara
memasukkan alat kelamin kedalam dubur atau anus sejenisnya. Dalam istilah medis
dinamakan anal seks. Cara lain dapat juga dengan memasukkan alat kelamin
diantara dua pangkal paha sejenisnya yang disebut mufakhadzoh.[1]
Maka dalam hal ini,
dapat ditarik suatu pengertian, bahwa homoseksual adalah kebiasaan seorang
laki-laki melampiaskan nafsu seksualnya pada sesamanya. Sedangkan lesbian
adalah kebiasaan seorang perempuan melampiaskan nafsu seksualnya pada sesamanya
pula.
2.
Hukum Homo seks dan Lesbian
Terhadap hubungan seks
antara sesama laki-laki dengan cara liwath maupun mufakhadzoh, para
ulama sepakat bahwa hukumnya haram bahkan dianggap sebagai perilaku yang sangat
menjijikkan, keji dan melebihi hewan. Karena hewan saja tidak melakukan hal
seperti itu.
Pada dasarnya para
ulama yang berpendapat bahwa haram melakukan hubungan seks antara sesama
laki-laki/perempuan atau yang tidak lazim dan tidak wajar, adalah bertolak dari
firman Allah sebagai berikut:[2]
والذين
هم لفروجهم حافظون الا على ازواجهم اوما ملكت ايمانهم فانهم غير ملومين
(المؤمنون:6-5)
Artinya: "Dan
orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau
budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela"
(QS. Al-Mu'minun:5-6).
Hal ini juga berdasarkan
Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud, Muslim dan
At-tirmidzi.
لاَيَنْظُرُ
الرَجُلُ إِلىَ عَوْرَةِ الرَجُلِِ وَلاَالْمَرْأَةُ إِلىَ عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ
وَلاَيَغُضُ الرَجُلُ إِلىَ الرَجُلِ فِى الثَوْبِ الْوَاحِدِ وَلاَ تَغُضُ
الْمَرْأَةُ إِلىَ الْمَرْأَةِ فِى الثَوْبِ الْوَاحِدِ
Yang artinya:
"Janganlah pria melihat aurat pria lain dan janganlah wanita melihat aurat
wanita lain dan janganlah bersentuhan pria dengan pria lain di bawah sehelai
selimut/kain, dan janganlah pula wanita bersentuhan dengan wanita lain di bawah
sehelai selimut/kain.
3.
Sanksi Homoseks dan Lesbian
Para ahli hukum fiqh
sekalipun telah sepakat mengharamkan homo seks dan lesbian, tetapi mereka
berbeda pendapat tentang hukumannya. Terdapat beberapa pendapat Ulama Hukum
Islam tentang homoseks. Ada 3 (tiga) pendapat, antara lain:
Pendapat pertama, yaitu
Imam syafi'i memberikan sanksi dibunuh/mati, baik yang mengerjakan maupun yang
dikerjai dengan alasan hadits riwayat Imam Lima (Imam Abu Daud, Tirmidzi,
Ahmad, Ibnu Majah dan Nasa'i).
مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ
فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِه
(رواه ابو داود والترمذي والنسائ وابن ماجه)
(رواه ابو داود والترمذي والنسائ وابن ماجه)
Artinya: "Bila
kalian menemukan seseorang mengerjakan pekerjaan Kaum Luth (Homo seks), maka
bunuhlah yang mengerjai dan dikerjai". (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, dan
Ibnu Majah).[3]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan bahwa para
sahabat telah sepakat (berijma’) bahwa pelaku liwath harus dibunuh. Akan tetapi
mereka berselisih bagaimana hukuman bunuhnya? Sebagian ulama mengatakan bahwa
pelaku liwath mesti dibakar dengan api karena besarnya dosa yang mereka
perbuat. Ulama lainnya mengatakan bahwa pelaku liwath mesti dirajam (dilempar)
dengan batu. Ulama lainnya lagi mengatakan bahwa hukuman bagi pelaku liwath
adalah dibuang dari tempat tertinggi di negeri tersebut, kemudian dilempari
dengan batu. Intinya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ingin menjelaskan bahwa
pelaku liwath mesti dibunuh berdasarkan kesepakatan para sahabat. Seperti kita
ketahui bersama bahwa ijma’ (kesepakatan) para sahabat adalah hujjah (argumen)
yang kuat dan bisa mendukung hadits di atas.
Pendapat kedua, yaitu
Al-auza'i Abu yusuf dan lain-lain, berpendapat bahwa sanksi pelaku tercela itu
sama dengan hukum zina, yakni hukuman dera dan pengasingan untuk yang belum
pernah menikah dan dirajam (stoning to death) untuk pelaku yang sudah pernah
menikah, berdasarkan hadits:
اذا
اتى الرجل الرجل فهما زانيان
Artinya: "Apabila
ada laki-laki menyetubuhi sesama laki-laki maka keduanya adalah berzina".
Pendapat ketiga, yaitu
Abu Hanifah berpendapat bahwa hal itu tidak sama dengan zina. Karena itu, maka
sanksinya cukup dengan ta'zir (hukuman yang dapat menjadikan orang jera),
sejenis hukuman yang bertujuan edukatif, dan besar ringannya hukuman ta'zir
diserahkan kepada pengadilan (hakim).[4]
Menurut As-Syaukani,
pendapat pertama adalah yang kuat, karena berdasarkan nas shohih yang jelas
maknanya, sedangkan pendapat kedua dianggap lemah, karena memakai dalil qiyas, tetapi
qiyas yang mereka lakukan adalah qiyas
ma’a al-fariq (mengqiyaskan sesuatu yang berbeda) karena liwath
(homoseksual) jauh lebih menjijikkan dari pada perzinaan, padahal ada
nasnya, dan sebab hadits yang dipakainya lemah. Demikian pula pendapat ketiga,
juga dipandang lemah, karena bertentangan dengan nas yang telah menetapkan
hukuman mati (hukuman had), bukan ta'zir.[5]
Sedangkan untuk
perbuatan lesbian (female homosexual), menurut Sayid Sabiq, lesbian ini
dihukum ta'zir, suatu hukuman yang macam dan berat ringannya diserahkan kepada
pengadilan. Jadi hukumannya lebih ringan daripada homoseksual karena bahaya /
resikonya lebih ringan dibandingkan dengan bahaya homoseksual. Karena lesbian
itu bersentuhan langsung tanpa memasukkan alat kelaminnya, seperti halnya
seorang pria bersentuhan langsung (pacaran) dengan wanita yang belum menjadi
istrinya tanpa memasukkan penisnya ke dalam vagina.[6]
4.
Dampak negatif dari Homoseks dan
Lsbian
Menurut Dr. Muhammad Rashfi di dalam
kitabnya Al-Islam wa al-thib sebagaimana dikutip oleh Sayid Sabiq, bahwa Islam
melarang keras homoseks, karena mempunyai dampak yang negatif terhadap
kehidupan pribadi dan masyarakat, antara lain adalah sebagai berikut:
a)
Tidak tertarik pada lawan jenisnya.
Akibatnya kalau si homo/ si lesbi itu menikah, maka istri/ suamiya menjadi
korban (merana), karena suaminya/ istrinya tidak mampu menjalankan tugasnya,
dan si istri/ si suami hidup tanpa ketenangan dan kasih sayang, serta ia tidak
mendapatkan keturunan, sekalipun ia subur.
b)
Kelainan jiwanya yang akibatnya
mencintai sesama kelamin, tidak stabil jiwanya, dan timbul tingkah laku yang
aneh-aneh pada pria pasangan homo. Misalnya ia bergaya sesama seperti wanita
dalam berpakaian, berhias dan bertingkah laku.
c)
Gangguan saraf otak, yang akibatnya bisa
melemahkan daya pikiran dan semangat/kemauannya.
d)
Penyakit AIDS, yang menyebabkan penderitanya
kekurangan/kehilangan daya ketahanan tubuhnya. Penyakit AIDS ini belum
ditemukan obatnya dan telah membawa korban banyak sekali di Barat, khususnya di
Amerika Serikat.
II. PENUTUP
Dari
penjelasan di atas dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut:
1.
Homoseksual adalah kebiasaan seorang
laki-laki melampiaskan nafsu seksualnya pada sesamanya. Sedangkan lesbian
adalah kebiasaan seorang perempuan melampiaskan nafsu seksualnya pada sesamanya
pula.
2.
Para ulama sepakat bahwa homoseks dan
lesbian hukumnya haram.
3.
Dalam menentukan sanksinya, terdapat
beberapa pendapat Ulama Hukum Islam tentang homoseks dan lesbian antara lain:
dibunuh, dirajam dengan batu, di ta'zir dengan dibuang dari tempat tertinggi di
negeri tersebut, kemudian dilempari dengan batu, dsb.
4.
Homoseks dan lesbian mempunyai dampak
yang negatif terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Mahfudh, Sahal. 2003. Solusi Problematika
Umat. Surabaya: Ampel Suci.
2.
Mahjuddin. 2008. Masailul Fiqhiyah.
Jakarta: Kalam Mulia.
3.
Sabiq, Sayid. 1981. Fiqh Al-Sunnah.
Libanon: Darul Fikr.
4.
Zuhdi, Masjfuk. 1997. Masail Fiqhiyah.
Jakarta: PT. Toko Gunung Agung.
5.
Feray,
Jean-Claude. 1990. trans. Glen W. Pepple. "Homosexual Studies and Politics
in the 19th Century: Karl Maria Kertbeny". Journal of Homosexuality.
[1] Sahal Mahfudh, Solusi
Problematika Umat, (Surabaya: Ampel Suci, 2003), hlm. 302.
[2]
Sahal Mahfudh, Solusi
Problematika Umat, (Surabaya: Ampel Suci, 2003), hlm. 303.
[3]
Masjfuk Zuhdi, Masail
Fiqhiyah, (Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1997), hlm. 44.
[4] Masjfuk Zuhdi, Masail
Fiqhiyah, (Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1997), hlm. 44- 45.
[5]
Sayid Sabiq, Fiqh
Al-Sunnah, (Libanon: Darul Fikr, 1981), hlm. 365-367.
[6] Ibid., hlm. 369.
0 Tanggapan:
Posting Komentar
Mohon Di Isi